Kelompok UPPKS

Kelompok UPPKS Cempaka Putih
Mandiri Berkat Usaha Kue Basah

Salah seorang anggota Kelompok UPPKS Cempaka Putih Kabupaten Pidie sedang membuat kue basah yang
dititipkan di warung-warung kopi terdekat|Saniah LS
PIDIE - Berbicara mengenai peluang usaha rumahan yang bisa dilakukan ibu rumah, ada satu jenis usaha yang bisa dilakukan, yakni usaha kue basah. Peluang usaha yang dilakukan dengan mengisi waktu luang ini, ternyata jika dikelola dengan serius bisa mengantongi omzet jutaan rupiah per bulannya dan menjadi penghasilan tambahan bagi keluarga.

Sebuah usaha untuk ibu rumah tangga tentunya tidak harus selalu dengan menggunakan investasi dana awal yang besar, karena dengan menggunakan modal kecil atau minim pun Anda dapat memiliki sebuah usaha yang sukses.

Adalah Mariamah. Ibu rumah tangga berusia 37 tahun ini bersama ibu-ibu di Desa Cebrek, Kecamatan Kembang Tanjung, Kabupaten Pidie, bergabung dalam wadah yang diberi nama Kelompok UPPKS Cempaka Putih. Kelompok usaha yang digerakan kaum hawa ini didirikan pada 9 September 2009, beranggotakan 10 ibu rumah tangga.

Aktifitas sehari-hari anggota Kelompok UPPKS Cempaka Putih
membuat kue basah.|Saniah LS
Kelompok ini ketuanya Mariamah, Sekretaris Nurmasitah, dan Bendahara Aminah.  Dengan usaha yang tekun, kini kelompok ini bisa meraih omzet mencapai sekitar 2,4 juta/bulan dari hasil penjualanan kue basah. Dengan hasil ini, semua anggota kelompok bisa mendapat pendapatan dan dapat memenuhi keperluan sehari-hari rumah tangganya.

“Saya ingin, ibu rumah tangga di desa saya mandiri. Dengan usaha kue basah yang sudah kami jalani sekitar empat tahun, diharapkan bisa meningkatkan ekonomi dan mensejahterakan keluarga kami,” kata Mariamah yang juga seorang Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Desa Cebrek.

Kue-kue basah yang diproduksi Kelompok UPPKS Cempaka putih antaranya roti cane srikaya, kue jala, pulut bakar selai (pulut thai), martabak jakarta, timpan, bakwan, bingkang hijau, bingkang ubi, risol, dan aneka macam kue basah lainnya.

Menurut Mariamah ada sekitar 20 jenis kue basah yang diproduksi mereka.  Sehari mereka membuat 3 hingga 4 macam kue basah yang dipesan. Pesanan datang dari sekitar Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Banda Aceh.

Satu potong kue basah, kata Mariamah, dijual seharga Rp1.000 dan sehari mereka bisa mendapatkan penghasilan Rp400 ribu hingga Rp600 ribu dari 400 hingga 600 potong kue basah yang dipesan. Atau sebulan bisa mengantongi omset sebesar Rp1,6 juta hingga Rp2,4 juta. Pendapatan ini telah mampu menopang hidup keluarga-keluarga yang bergabung dalam Kelompok UPPKS Cempaka Putih.

Keseriusan mengelola usaha dan serta memiliki visi dan misi yang sama, akhirnya tak lama setelah kelompok ini dibentuk, Perwakilan BkkbN Aceh membantu memberi pinjaman modal bergulir sebesar Rp5 juta. Pinjaman modal usaha ini diharapkan bisa membantu kelompok yang dimonitor Mariamah dalam mengembangkan usaha kue basah.

 “Waktu itu kami mendapat pinjaman modal dari anggaran APBN 2009 sebesar Rp5 juta. Dengan pinjamam modal usahan ini, saya bersama anggota lainnya fokus memulai usaha kue basah dengan harapan nantinya usaha ini bisa menopang hidup kami dan membuat kami mandiri secara financial,” kata pengerak Kelompok UPPKS Cempaka Putih.

Lanjutnya, kini dari modal sebesar Rp5 juta yang diberikan, jumlah modal usaha Kelompok UPPKS Cempaka Putih sudah bertambah menjadi sebesar Rp8 juta  (bertambah Rp3 juta). Begitu pun dengan aset usaha, juga telah bertambah. Kini kelompok ini, sudah mempunyai kompor gas, pengaduk adonan kue, loyang ukuran besar, dan oven kue ukuran sedang.

Usaha kue basah Kelompok UPPKS Cempaka Putih telah menghidupkan lebih dari 10 keluarga di Desa Cebrek. Mendatang diharapkan usaha ini dapat membantu banyak lagi keluarga-keluarga yang ada di Desa Cebrek khususnya dan Kecamatan Kembang Tanjung umumnya.

Sekretaris UPPKS Cempaka Putih, Nurmasitah, mengatakan, berkat usaha kue basah,  dia bisa menyelesaikan kuliah, sarjana pendidikan. Dan kini dia telah menjadi salah seorang tenaga pengajar di MIN Kembang Tanjung.

“Saya sangat terbantu dan bisa mandiri berkat usaha kue basah. Biaya kuliah  bisa saya tanggung sendiri, uangnya dari hasil usaha kue basah ini. Alhamdulillah, pada 2011, saya diwisuda.  Dan kini saya sudah mengajar di MIN Kembang Tanjung,” papar alumni Perguruan Tinggi Islam Al-Hilal Sigli, Jurusan Pendidikan Agama Islam yang masih tetap bergabung bersama ibu rumah tangga lainnya membuat kue basah.

Keuntungan dan kemandirian tidak saja dirasakan Nurmasitah, tetapi dirasakan juga banyak anggota kelompok lainnya. Misalnya, jika ada diantara mereka yang membutuhkan biaya berobat dan atau keperluan sekolah anak, mereka bisa meminjam uang kas kelompok sesuai jumlah yang dibutuhkan.

“Biasa uang yang dipinjam, dikembalikan dalam waktu tertentu yang sudah disepakati,” jelas Mariamah.

Mariamah yang awalnya memiliki usaha kecil membuat aneka kue basah telah mentransfer kepandaiannya itu kepada Kelompok UPPKS Cempaka Putih. Usaha yang telah memandirikan keluarganya dan banyak keluarga lain di desanya diharapkan mampu mensejahterakan setiap keluarga yang umumnya adalah petani. (*)
 
Nama Kelompok: UPPKS Cempaka Putih
Ketua: Mariamah
Sekrertaris: Nurmasitah
Bendahara: Aminah
Alamat: Desa Cebrek, Kecamatan Kembang Tanjung
Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh
Handphone: 081360133464/085260982373

Dari Aceh Utara Menuju Malaysia

Anak-anak dari keluarga kurang mampu terbantu dengan
hadirnya UPPKS Souvenir Nadia di desa mereka|Saniah LS
ACEH UTARA - Provinsi Aceh memiliki ratusan perajin tas motif Aceh. Ada 11 Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bergerak dibidang usaha sejenis ini yang tinggal dan menetap di Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Satu, Kabupaten Aceh Utara. Masyarakat yang umumnya bertani dan berdagang kini mengantungkan hidup mereka dari hasil usaha rumahan ini.

Desa Ulee Madon Kecamatan Muara Aceh Utara terletak di Jalan Raya Banda Aceh – Medan,  sekitar 23 Kilometer dari Pusat Kota Lhokseumawe. Di desa ini terdapat sekitar 11 UKM Pengrajin Tas Motif Aceh yang tumbuh kembang secara alami sejak 15 tahun yang lalu dan saat ini mampu menyerap sekitar 170 orang tenaga kerja.

Salah satunya, yaitu Kelompok UPPKS Souvenir Nadia. Kelompok usaha yang dimotori seorang Guru Paud bernama Nurjani SPd, Sekretaris Nadia Rodhani, dan Bendahara Nivik Syahrawati,  dibentuk pada 2008 lalu. Beranggotakan 10 orang, terdiri dari enam ibu rumah tangga yang tak lain peserta akseptor KB dan empat orang pelajar dari keluarga kurang mampu.

Di bengkel kerja Kelompok UPPKS Souvenir Nadia yang berkontruksi kayu dengan luas 4x4 meter persegi, warisan orangtuanya, Nurjani terlihat sedang memperhatikan beberapa hasil jahitan tas yang dihasilkan kelompoknya.  Waktu itu, ada beberapa anak usia sekolah yang sedang menjahit tas sandang bermotif pintu Aceh di sana.

“Sebenarnya saya sudah memulai usaha ini sejak tahun 1998, setelah menikah.  Waktu itu dengan modal Rp300 ribu saya memulai usaha ini,” cerita  alumni Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Banda Aceh 1993.

Nurjani (kiri), Ketua UPPKS Souvenir Nadia|Saniah LS
Perempuan yang sudah menjadi peserta akseptor KB sejak 1999 ini menyambung cerita mengenai awal mula dia merintis usaha home industri khusus tas Aceh, sebelum dia membentuk Kelompok UPPKS Souvenir Nadia pada 2008.

Nurjani, waktu itu menerima pesanan tas dari salah satu toko souvenir besar dari Kota Lhokseumawe. Dia diberi kain perada sepanjang 5 meter dan uang Rp100 ribu. Dengan uang itu dia membeli benang, kain keras (untuk lapisan dalam tas), dan meminjam mesin jahit milik orangtuanya, dia pun mulai menjahit tas ukuran kecil. Dengan 5 meter kain perada, Nurjani bisa membuat 15 tas.

“Saya memberanikan diri kemudian membuka usaha sendiri. Dengan modal Rp300 ribu, saya mulai membuat tas dengan berbagai motif dan menjualnya ke toko-toko souvenir di Kota Lhokseumawe dan Banda Aceh,” kata wanita kelahiran Aceh Utara, 3 Desember 1973.

Alhamdulillah, tas-tas motif Aceh produknya diterima dengan baik di pasar. Permintaan pun semakin banyak, hingga akhirnya Nurjani mempekerjakan ibu-ibu yang ada di desanya untuk mendapatkan penghasilan lebih guna membiayai kebutuhan rumah tangga mereka.
Tas bermotif Aceh produk  UPPKS Souvenir Nadia|Saniah LS

“Senang saja, ketika usaha saya ini bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di kampung saya,” kata Nurjani.

Tas tangan motif Aceh produk UPPKS Souvenir
Nadia|Saniah LS
Kemudian pada 2008, Nurjani membentuk Kelompok UPPKS Souvenir Nadia. Kelompok yang beranggotakan 10 orang mendapat bantuan modal usaha dari Perwakilan BkkbN Aceh sebesar Rp5 juta. Bersama kelompoknya, Nurjani meningkatkan dan mengembangkan usaha mereka, sehingga pemasarannya sudah sampai ke Malaysia.

“Ada yang membawa produk tas kami ke Malaysia. Selain itu juga sudah dipasarkan hingga ke Medan, Jakarta, dan Bali. Sedangkan di Aceh, baru ke Kota Lhokseumawe, Bireuen, dan Kota Banda Aceh. Kami berharap pemasarannya bisa menjangkau seluruh kabupaten/kota di Aceh dan Indonesia,” tutur perempuan berusia 40 tahun ini.

Nurjani mengaku, ada sekitar 40 item desain berbagai bentuk tas dan ransel yang didesainnya sendiri, mengikuti perkembangan zaman. Produk yang dikeluarkannya antaranya, dompet pinsil, dompet, tas keong (berbagai ukuran), tas tangan, tas sandang, tas empang (untuk acara-acara seminar), tas pakaian, tas ABG, dan ransel.

Tas jinjing motif Aceh  produk UPPKS Souvenir Nadia|Saniah LS
Sedangkan untuk motif ataranya, pintu Aceh, krawang, bunga, pucuk rebong, angka 8, angka 6, angka 10, dan berbagai motif khas Aceh lainnya. Sedangkan untuk warna tas, selain hitam, merah marun, coklat (muda dan tua), biru dongker, abu-abu, dan hijau lumut.

Harga produksi tas kelompok UPPKS Souvenir Nadia dijual mulai dari Rp10 ribu hingga Rp300 ribu/unit. Per bulan usaha rumahan ini bisa memproduksi sekitar 300-500 unit tas Aceh. Atau per bulan kelompok ini bisa meraup omzet Rp10 juta hingga Rp15 juta.

Tas ransel anak-anak produk UPPKS Souvenir Nadia|Saniah LS
“Kami memproduksi tas Aceh yang tidak monoton pada satu desain, desain tas-tas kami mengikuti perkembangan zaman.  Pangsa pasarkami, tidak saja turis tetapi juga remaja dan anak muda,” kata Nurjani.

Guru Paud ini tidak mau, ketika orang membeli tas Aceh berpikirnya hanya sekedar untuk oleh oleh, tetapi bagaimana tas Aceh menjadi kebutuhan fashion. Makanya dia mendesain tas tangan, tas sandang, ransel, hingga dompet dengan berbagai bentuk desain dan motif khas Aceh yang tidak ketinggalan zaman.

Dia pun hunting ke beberapa toko yang menjual tas-tas kulit modern. Juga melihat katalog tas-tas kulit bermerek produk luar negeri. Kemudian Nurjani dibantu suaminya, Tarmizi (48) mencoba membuat pola sendiri dan memproduksinya.

“Untuk kualitas jahitan, Insya Allah produk kami tidak perlu diragukan lagi. Penting sekarang ini bagaimana mengembangkan desain tasnya agar tidak ketinggalan dan mengikuti perkembangan zaman,” jelas perempuan yang mengaku belajar membuat pola dan  pembukuan secara otodidak.

Permintaan tas Aceh produk Kelompok UPPKS Souvenir Nadia melebihi target. Sebulan bisa mencapai 700 unit. Namun hingga kini kata Nurjani, kelompok usahanya hanya mampu memproduksi 300-500 unit/bulan. Ketidaksanggupannya memenuhi permintaan pasar yang tinggi lantaran kelompok ini masih memiliki mesin dengan jumlah yang terbatas. Ada enam unit mesin jahit dan dua unit mesin mekap.

Meski dengan keterbatasan modal usaha dan jumlah mesin yang terbatas, Nurjani bersama kelompoknya terus berusaha mengembangkan usaha mereka. Hingga akhirnya, pada 2012, Bank Indonesia melirik industri rumah tangga yang dimotori Nurjani.

Saat dilakukan pengecekan pembukuan yang masih manual, hasilnya cukup memuaskan dan rapi. Kata Nurjani, terbaca jelas, pengeluaran, pemasukan, dan keuntungan yang didapatkan rumah industrinya ini. Hasilnya, Kelompok UPPKS Souvenir Nadia mendapat pinjaman modal usaha dalam bentuk bahan baku dengan nilai rupiah sebesar Rp10 juta.

Kelompok usaha tas Aceh ini pun terbantu. Kini Nurjani tidak pusing-pusing lagi dengan bahan baku. Kapan saja dia bisa mengambil bahan baku di Outlet BI. Dia tinggal menyicilnya tanpa ada agunan. (Saniah LS)
________________________________________________________________________________


Nama Kelompok: UPPKS Souvenir Nadia
Ketua: Nurjani
Sekretaris: Nadia Rodhani
Bendahara: Nivik Syahrawati
Alamat: Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Satu
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh
Handphone: 085260544013/085270949234


Menyulap Sampah Menjadi Barang Bernilai Ekonomi

Para ibu rumah tangga di Desa Nusa sedang mendaur ulang sampah
 menjadi kerajinan tangan bernilai ekonomi tinggi|Saniah LS
ACEH BESAR - Tidak satu pun dari para ibu rumah tangga di Gampong (Desa) Nusa yang tergabung dalam Kelompok UPPKS Nusa Creation Community (NCC) bermimpi, bahwa melalui usaha kerajinan tangan dari mengelola sampah organik dan anorganik telah membantu perekonomian keluarga mereka.

Dari penjualan produk kreasi daur ulang sampah organik dan anorganik ini, mereka mendapat penghasilan sekitar Rp20 ribu hingga Rp50 ribu/hari. Dan ini bisa digunakan untuk membeli sebambu beras dan membayar kebutuhan sekolah anak mereka, sembari menunggu panen padi dan cabai merah tiba.

Gampong (Desa) Nusa, adalah satu dari 29 Desa yang ada di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Di desa ini para perempuannya menyulap sampah organik dan anorganik menjadi barang yang bernilai ekonomis. Hasil kerajinan tangan dari sampah ini dijual dari kisaran harga Rp1.000 hingga Rp250 ribu/pcs.

Kelompok UPPKS Nusa Creation Community
Ada 25 item produk yang sudah dihasilkan. Diantaranya, bunga dari kulit/kelopak kelapa, tas sandang/tas seminar kit dari kain perca, tas dari bungkus kopi sachet, dan tempat tisu dari daun pete Cina. Semua ini merupakan hasil kreatifitas dari kelompok Nusa Creation Community.

Nusa Kreasi sendiri merupakan sebuah komunitas yang beranggotakan Ibu-Ibu yang berasal dari Gampong Nusa, Lhoknga, Aceh Besar. Mereka mengelola sampah organik dan anorganik menjadi produk kreasi daur ulang yang ramah lingkungan dan indah dan dijadikan bahan dekorasi rumah maupun kantor.

“Kami memiliki visi dan misi ingin mewujudkan lingkungan di desa kami bebas sampah, dan ini terealisasi dengan baik, dan kami memiliki sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Selain itu, Nusa Kreasi juga ingin menyukseskan program-program Gampong menuju desa yang sustainable,” tutur Rubama, salah seorang pengagas yang memotori kelompok ini lahir.

Rubama menyebutkan, pekerjaan yang dilakoni para perempuan di Desa Nusa sejak 2006 silam ini, telah dipasarkan hampir di seluruh desa di Kecamatan Lhoknga dan kecamatan lainnya di Aceh Besar. Sehingga Desa Nusa ditambalkan Bupati Aceh Besar, Mukhlis Basyah sebagai sentral kerajinan tangan pada November 2013 lalu.

“Dulu, pada 2006, masa masih banyaknya NGO, sekitar 112 perempuan di desa ini bergelut dengan sampah organik dan anorganik. Mereka belajar bagaimana mendaur ulang sampah-sampah itu sehingga menjadi hasil kerajinan tangan yang bernilai ekonomis,” cerita Rubama, kepada kami beberapa waktu lalu.

Hasil kerajinan tangan daur ulang sampah Kelompok
UPPKS Nusa Creation Community
Lanjut Ru (panggilan akrab Rubama), hingga di tahun 2008, jumlah itu berkurang. Seolah mengikuti seleksi alam, dan kini hanya tinggal 17 orang yang bertahan. Sebut dia, 16 perempuan dan satu orang laki-laki.

Setiap hari Rabu, sebut Ru di markas besar “Sampah Berbuah Manis” ini, 16 perempuan dan satu orang laki-laki yang masih duduk dibangku kuliah itu bertemu setiap pukul 14.30 WIB. Mereka saling sharing dan kemudian berkreasi, menciptakan produk baru kerajinan tangan dari sampah organik dan anorganik.

Setiap 16 perempuan dengan 16 spesifikasi (keahlian) yang berbeda-beda. Kemudian dengan spesialis berbeda itu membuat satu item produk baru kreasi mereka dan hasil kreasi itu didiskusikan bersama.

“Kita sama-sama melihat kerapian dan finishing nya. Jika ada yang kurang, masing-masing dari kita memberi masukan, sehingga akhirnya produk kerajinan tangan itu sempurna.
Sesuai standar pasar lah,” kata perempuan yang pernah menjadi utusan bagi desanya mengikuti program daur ulang sampah  yang digagasi USAID sekitar 8 tahun yang lalu.

Setiap anggota kelompok Nusa Kreasi diberi kebebasan menjual produk kerajinan tangan mereka ke mana saja. Sebanyak 10 persen dari hasil penjualanan disumbangkan ke kas kelompok. Uang dari kas inilah kemudian dipakai untuk membeli bahan baku seperti pernis, perwarna, tiner, dan lem. Bahan-bahan baku ini bisa didapatkan di Kedai Bahan Nusa Kreasi.

“Jika tidak cukup uang, anggota kelompok Nusa Kreasi bisa ambil barang di Kedai Bahan dan membayarnya kemudian. Pendapatan dari kelompok bervariasi, antara Rp20 ribu hingga Rp50 ribu/hari dari penjualanan produk yang mereka buat. Dari penjualanan itu 10 persennya buat kas,” jelas Ru.

Setelah mendapatkan pinjaman dana bergulir dari PNPM (Program Simpan Pinjam Perempuan/SPP), kelompok ini juga berhasil meraih predikat sebagai kelompok SPP terbaik tiga tahun berturut-turut,  (2010, 2011, dan 2013) se-Aceh Besar dan Provinsi Aceh ini.

Pada 2011, bersama para Ibu-Ibu di desanya yang kebanyakan adalah single parent,  Rubama membentuk Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Nusa Creation Community. Kelompok ini diketuai dirinya, dengan Sekretaris Ramlan, dan Bendahara Muliana.

“Harapan kami dengan dibentuknya UPPKS, ada peningkatan pendapatan keluarga bagi perempuan-perempuan di desa kami ini. Kami juga ingin perempuan-perempuan yang ada  di kelompok kami ini, bisa menginspirasi para perempuan di Aceh Besar dan Aceh khususnya,” kata dara (perempuan) berusia 28 tahun.

Menurut perempuan alumni IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 2007 ini, kelompok usaha yang dimotorinya sejak 2006, pada 2013 lalu juga berhasil menerima penghargaan dari Tabloid Nova sebagai Perempuan Inspiratif untuk Katagori Perempuan dan Lingkungan. (Saniah LS)
_________________________________________________________________________________
Nama Kelompok: UPPKS Nusa Creation Community (NCC)
Ketua: Rubama
Sekretaris: Ramlan
Bendahara: Muliana
Alamat:  Jalan Banda Aceh-Meulaboh Km 9,5, Desa Nusa
Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
Handphone: 081360698810/085277906241
Email: nusa.kreasi@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar