News

Darwati A.Gani : “Saya Senang Bisa Bantu BkkbN”

Darwati A.Gani, anggota Komisi VI DPRA|Saniah LS
BANDA ACEH - Mantan Ketua TP-PKK Aceh, Darwati A. Gani, terlihat tersenyum saat bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi di teras Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Aceh beberapa waktu lalu, 11 Maret 2015, di ruang pertemuan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh.

Kali ini perempuan kelahiran Bireuen, 7 September 1973 bertemu dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi VI DPRA yang mendengar langsung segala permasalahan yang tengah dihadapi Perwakilan BkkbN Aceh dan program-program kerja mereka (BkkbN). Untuk itu, praktisi dari Partai Nasional Aceh (PNA) mengaku sangat mengetahui program-program BkkbN dan berjanji akan membantu menyelesaikan permasalahan literature BkkbN yang belum seragam di daerah.

“Saya pernah turun ke lapangan bersama orang-orang BkkbN, semasa saya masih menjabat sebagai Ketua TP-PKK Aceh beberapa tahun lalu. Kalau diminta lagi, saya tentunya pasti senang karena bisa berhadapan langsung dengan masyarakat dalam membantu mensukseskan program BkkbN, apalagi di daerah terpencil,” katanya sambil tertawa.

Darwati pernah meraih penghargaan dari BkkbN Pusat pada Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang menurut dia belum pantas ia terima karena belum banyak membantu mensukseskan program BkkbN di daerah. “Alhamdulillah hari ini saya dipertemukan kembali, untuk itu saya ingin membantu BkkbN dalam kapasitas saya sebagai anggota dewan di Komisi VI DPRA,” tutur Darwati A.Gani.

Istri dari mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf ini menambahkan, dengan kapasitasnya itu ia akan membantu menyukseskan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di daerah dan serta mendorong segera dibentuknya  BkkbD di 23 kabupaten/kota di Aceh sebagaimana yang telah disampaikan Ketua Komisi VI, T. Iskandar Daud.

“Tadi Kepala Perwakilan BkkbN Aceh  telah menyampaikan, sampai hari ini BkkbN belum ada kantor perwakilannya di daerah, BkkbD. Tentunya sebagai instansi vertikal, BkkbN akan kesulitan menjalankan programnya di tiap daerah karena tidak ada perpanjangan tangan di setiap kabupaten/kota, jelas alumni Fakultas Ekonomi, Jurusan PDPK, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.

Sebagai anggota Komisi VI DPRA yang membidangi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, Darwati menyadari bahwa dengan adanya pertemuan yang dilakukan dengan Perwakilan BkkbN Aceh, maka nantinya akan bisa menyusun regulasi yang baru yang bisa mengatur koordinasi antara BkkbN provinsi dengan perwakilannya di kabupaten/kota.

“Selama ini ‘kan cuma himbauan-himbauan saja kepada SKPD, tapi dengan pertemuan tadi (dengan Perwakilan BkkbN Aceh) kita bisa menyusun kembali regulasi yang dapat mengatur koordinasi antara proinsi dan kabupaten/kota, kata Darwati.

Wanita yang pernah mendapat penghargaan sebagai  100 Wanita Inspiratif Indonesia di Hari Kartini 2011, akan terus mendorong Biro Keorganisasian Pemerintah Aceh untuk membenahi struktur SKPD agar terbentuk BkkbD di setiap kabupaten/kota di Aceh.

“Nanti kami (anggota Komisi VI DPRA) akan meminta Biro Keorganisasian untuk membenahi hal tersebut, agar program BkkbN bisa berjalan baik di kabupaten/kota,” tutup Darwati. (Rahmat)

Ini Pesan Teuku Wisnu Kepada Remaja Aceh


Teuku Wisnu|google
BANDA ACEH – Seorang perempuan melihat laki-laki itu adalah masa depannya, sedangkan seorang laki-laki melihat perempuan pada masa lalunya. Begitu ungkapan Teuku Wisnu, artis nasional asal Aceh di sela-sela acara Sosialisasi Metode Tahrir, Cara Cepat, Mudah dan Menyenangkan Baca Al-Quran di Amel Convention Hall, Banda Aceh beberapa hari lalu.
Pada acara yang digelar oleh Pemko Banda Aceh tersebut, suami Shireen Sungkar ini tampil sebagai pembicara utama bersama Ustad Harun Al-Rasyid dan Ustad Fatih Karim SP dari Lembaga Cinta Quran, Jakarta.
“Alhamdulillah bisa pulang kampung lagi. Dulu saya tinggal di Teupin Raya, Sigli, Pidie. Lahir di Jakarta, kemudian dibawa ayah ke Aceh dan sekolah di sini hingga kelas 3 SMP lalu pindah ke Jakarta. Saya pernah sekolah di SD 3 Blang Asan dan SMP 1 Sigli,” kata Teuku Wisnu mengawali sambutannya.
Saat tinggal di Aceh, ia rutin mengikuti pengajian di Masjid Al-Falah, Blang Asan. “Rata-rata ustadnya masih muda. Kami ngaji, main bola hingga naik gunung bareng ustad dan remaja mesjid di sana,” kenang Teuku Wisnu yang kini memelihara panjang jenggotnya.
Kehidupannya berubah drastis ketika ia pindah ke Jakarta hingga menjadi salah satu selebriti papan atas Indonesia. “Saya sudah punya income (pendapatan) sendiri, bisa beli mobil dan rumah dari penghasilan saya bermain sinetron,” katanya di hadapan ribuan peserta yang hadir.
“Sungguh benar hadis Nabi yang menyatakan seseorang itu akan mencocoki kawan karibnya. Saya pun ikut terjerumus ke dalam kehidupan jahiliyah, karena pengaruh teman-teman dan lingkungan. Sampai akhirnya saya sadar, hati ini rasanya nggak pernah tenang,” katanya lagi.
Ada yang mengatakan, sambung Wisnu, waktu muda itu untuk foya-foya dan masa tua untuk bertobat. “Satu hal yang menggelitik, pertanyaannya umur kita ada yang jamin bisa sampai tua? Tua atau sakit bukan tanda mati. Saya bulatkan tekad saat itu juga saya berhijrah, kembali ke jalan Allah, karena mati bisa datang kapan saja,” katanya berpesan.
Lanjut Wisnu, teman yang jahil ditinggalkan, karena iman saya belum kuat untuk tak tergoda (perbuatan yang dilarang Allah). Kemudian, Wisnu pun mencari lingkungan baru, karena lingkungkan punya pengaruh kuat selain media TV.
Soal pacaran, menurutnya yang rugi nantinya kaum perempuan itu sendiri. Karena yang dilihat dari seorang laki-laki itu adalah masa depannya, sedangkan perempuan masa lalunya, kata Wisnu.
“Sebandel apapun seorang laki-laki, jika ia bertobat dan mempunyai masa depan cerah, tak akan ada yang mempermasalahkannya lagi. Namun sebaliknya, orang akan selalu melihat masa lalu seorang perempuan, sebaik apapun dirinya sekarang,”katanya penuh makna.
Kepada para remaja terutama yang perempuan, ia berpesan agar selalu menjaga pergaulannya. “Saya tak menampik jika dulu saya juga pernah pacaran dan saya menyesalinya, makanya jangan ikuti saya, yang jelek-jelek dari seorang Teuku Wisnu jangan ditiru, ambil yang baik-baiknya saja,” pungkasnya.
Acara yang diikuti oleh ribuan Guru Diniyah itu turut dihadiri oleh Walikota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE, Sekda Ir Bahagia Dipl SE, para asisten, staf ahli, Kabag dan Kabid di lingkungan Pemko Banda Aceh, serta awak media. (AcehNews.net)

75,3 Persen Umat Islam di Aceh Tidak Bisa Membaca Al Quran

Hasil Susenas 2013 BPS|AcehNew.net
BANDA ACEH - Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013 BPS, sebanyak 53,8 persen umat Islam di Indonesia tidak bisa membaca Al Quran. Kemudian hasil survey Susenas 2013 juga mengungkapkan sebanyak 73,3 persen umas muslim di Aceh tidak bisa membaca Al Quran.

“Sangat sedih sekali, saat kita mengetahui kalau hasil Susenas 2013 BPS yang dipaparkan tadi, sebanyak 75,3 persen umat muslim di Aceh tidak bisa membaca Al Quran. Dan Alhamdulillah pada hari ini kita patut bersyukur karena kedatangan orang-orang saleh ke Banda Aceh untuk membumikan Al Quran,” kata Illiza kepada AcehNews.net, Minggu (25/1/2015) di Banda Aceh.

Illiza berharap, warganya perlu paham bagaimana membaca Al Quran yang benar. Dulu, kata Illiza, orang Aceh di perantauan kerap ditunjuk menjadi imam shalat saat berjamaah. Sekarang identitas itu mulai hilang dan untuk itu kata Illiza, masyarakat muslim di Aceh khususnya di Banda Aceh terus sama-sama berjuang membumikan Al Quran dan mengembalikan indentitas tersebut. Illiza yakin, Insyaallah Islam akan bangkit pada 2024.

“Pada 2009, Dinas Syariat Islam kita melakukan survey tingkat kemampuan membaca Al Quran dari semua tingkat. Hasil survey, hanya 40 persen yang mampu membaca Al Quran. Setelah itu Pemko Banda menyusun langkah dengan program Diniya.

“Alhamdulillah sekarang tingkat kemampuan membaca Al Quran pelajar kita dari semua tingkatan 98 persen. Pemko terus berupaya mencari metode membaca Al Quran yang mudah diserap dan dipahami,” tutur Illiza.

Ustad Harun Al-Rasyid dari Lembaga Cinta Qur'an Jumat lalu (23/1/2015) berkunjung ke Banda Aceh dan mengupas Metode Tahrir di Pendopo Walikota Banda Aceh. Metode tahrir adalah cara super cepat dan super mudah membaca Al-Quran.

"Allah mejaga Aceh, dengan penerapan Syariat Islam (SI), satu-satunya di Indonesia dan penerapan SI terbaik se-Aceh adalah di Banda Aceh,"sebut Illiza.

Pada sisi lain, Illiza mengungkapkan persoalan lain yang dihadapi yaitu pergaulan dan seks bebas yang kini sangat memprihatinkan karena Aceh menempati peringkat kedua di Indonesia. "Belum lagi aliran sesat yang tercatat 17 aliran di Aceh.  Ajaran sesat mengancam remaja-remaja  kita," sebut Illiza berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi umat Islam di Aceh. 

Dalam menangkal merosotnya akhlak pemuda-pemudi di Banda Aceh, Pemko memiliki strategi dengan dakwah dan memberikan contoh yang baik. Caranya tegakkan Dinul Islam di Banda Aceh, kata Illiza. “Jika kita sendiri sudah baik, orang yang masuk ke daerah kita juga akan menjadi baik," tutupnya.

Pada kesempatan itu, Illiza juga menyampaikan progres penanganan terhadap sejumlah pengurus Gafatar yang sudah ditahan pihak kepolisian di Polresta Banda Aceh. "Berkas mereka akan segera dilimpahkan ke kejaksaan,” sebutnya lagi.


Illiza berharap dan meminta Pemerintah Aceh agar ikut peduli terhadap persoalan pendangkalan akidah dan penanganan kasus hukum terhadap kelompok Gafatar yang diduga menyebarkan aliran sesat Miliata Abraham. (Saniah LS/AcehNews.net


Angka Kelahiran Remaja di Indonesia Masih Tinggi

Ilustrasi|antara
JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) menyatakan, angka kelahiran pada kalangan remaja putri masih tinggi. Terdapat sekitar 48 per 1.000 perempuan usia 15 hingga 19 tahun melahirkan.

“Capaian ini masih jauh dari target MDGs 2015, sekitar 30 per 1.000 remaja perempuan usia 15 hingga 19 tahun,” kata Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BkkbN Sudibyo Alimoeso kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/12/2014).

Di Kalimantan Barat, angka tersebut bahkan mencapai 104 per 1.000 kelahiran remaja perempuan atau melebihi rata-rata nasional. Begitupun angka kelahiran remaja putrid di Nusa Tenggara Timur (NTT). Oleh karena itu, dua provinsi tersebut akan menjadi focus program Generasi Berencana (GenRe) pada 2015.

"Juga, wilayah lain yang angka kelahiran remajanya tinggi," katanya.

Program GenRe difokuskan di sepuluh provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, NTT, dan Kalimantan Selatan, pada 2015 program itu akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Sudibyo menjelaskan, program GenRe yang dikembangkan BkkbN merupakan program untuk menjawab tantangan dan masalah remaja, terutama menyangkut kesehatan reproduksi-nya.

\"BKKBN khawatir, dengan perilaku remaja yang cenderung semakin terjebak dengan problematika remaja, seperti seks bebas, napza, dan HIV/AIDS," katanya. Padahal, jumlah remaja Indonesia yang jumlahnya sekitar 67 juta orang merupakan segmen terbesar komposisi penduduk Indonesia.

"Remaja-remaja ini merupakan SDM yang akan mengisi dan memainkan peran yang sangat penting saat Indonesia memasuki era bonus demografi pada beberapa tahun ke depan ini," katanya.


Jika banyak remaja terjerumus perilaku yang tidak baik, dikhawatirkan akan membahayakan masa depan bangsa Indonesia. Melalui program GenRe, BKKBN akan membentuk pusat informasi konseling yang penyuluhnya merupakan teman-teman sebaya mereka sehingga diharapkan dapat lebih mudah menyampaikan pesan ke sesama remaja. (bkkbn.go.id)



Rieke Diah Pitaloka Minta BkkbN Tunda Pendataan Penduduk

Rieke Diah Pitaloka|google
JAKARTA - Pemerintah akan mengalokasikan dana Rp500 miliar untuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) mendata penduduk pada Maret 2015.

Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitalok, meminta pemerintah menunda program tersebut, lantaran belum matangnya persiapan. Selain itu BKKBN belum melakukan penguatan sebagai lembaga.

"Hal ini pada akhirnya bisa menyebabkan tidak akuratnya pendataan, terjadi kebocoran anggaran pendataan sebesar 500 miliar yang sudah disepakati di APBN 2015," ujar  Rieke di Jakarta, Sabtu (6/12/2014).

Politikus PDI Perjuangan itu mengusulkan, agar pendataan penduduk yang dilakukan BkkbN akurat , tidak menimbulkan potensi pemborosan uang negara, pemerintah perlu melakukan langkah progresif.

Salah satunya penyelesaian payung hukum BkkbN sebagai badan kependudukan, bukan sekadar mengurus program KB. Perpres turunan UU No 23 Tahun 2014 yang memperkuat BkkbN sebagai badan harus segera dikeluarkan.

Sementara lainnya, imbuh Rieke, menyangkut delapan indikator yang digunakan untuk mendata oleh BkkbN harus dirombak total. Harus ada perspektif, indikator baru berbasis pada pendapatan atau penghasilan per bulan.

"Terobosan ini perlu dilakukan agar penentuan kategori tingkat kesejahteraan rakyat lebih akurat," tegas Rieke sambil pemerintah memutuskan Kepala BkkbN yang definitif dan tentu tidak terlibat kasus korupsi dan hukum lainnya.

Saat ini, kata Rieke, BkkbN dipimpin oleh pejabat yang sudah memasuki masa pensiun dengan status Plt. Sehingga secara hukum tidak dimungkinkan mengambil keputusan apa pun yang mengikat.

Data penduduk, lanjutnya, sangatlah penting agar program menjadi tepat sasaran. Kemudian, penguatan terhadap badan kependudukan,  sudah pasti berpengaruh terhadap kualitas pendataan.


"Sekadar saran, jika langkah-langkah di atas belum bisa dilakukan, pendataan penduduk tahun depan oleh BkkbN ditunda saja. Uang rakyat 500 miliar jangan disia-siakan," kata Rieke mengingatkan. (tribunnews.com)


Pesan Singkat dari REDD+

Peserta sedang menyimak pemaparan yang disampaikan 
Kepala BP REDD+ , Heru Prasetyo (tiga kiri), didampingi
Direktur Eksekutif LPDS, Priyambodo R.H (dua kiri), Penasehat
Bidang Perubahan Iklim dan Kehutanan Kedutaan Kerajaan Norwegia 
di Indonesia, Nita Irawati Murjani (pertama kiri), dan Deputi Bidang 
Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+, Agus Pratama Sari (kanan)|Saniah LS
Apa jadinya jika suhu bumi meningkat di atas 2 derajat Celcius? Jawabannya, es di Kutub Utara akan mencair. Bagaimana jika hal ini terjadi dan apa dampaknya bagi Indonesia?  Jawabanya, maka lebih dari 17 ribu pulau di Indonesia terancam akan tenggelam.

Kepala Badan Pengelola REDD+, Heru Prasetyo memaparkan dampak yang terjadi akibat perubahan iklim yang dirasakan masyarakat dunia. Khususnya di Indonesia, kemarau yang semakin panjang dan musim hujan yang semakin pendek. Kemarau yang semakin kering dan hujan intensitasnya semakin tinggi yang berakibat bencana banjir.

Menurut pria dewasa yang mengenakan jas hitam di depan 10 peserta lokakarya Meliput Daerah Ketiga II (MDK II) dan 25 peserta pelatihan jurnalistik Lembaga Pers Dr Soetomo dari Timur Leste yang mengunjungi kantor BP REDD+ di Jalan Sudirman, Gedung Menara Mayapada, Lantai 15, Jakarta Pusat, Selasa (19/8), terjadinya revolusi industri pada abad 18, telah berdampak pada perubahan iklim. Suhu bumi terus meningkat, akibat ketidak hati-hatian dalam menjaga alam.

“Perubahan iklim terjadi karena kita kehilangan kehati-hatian dalam menjaga alam,” tutur tangan kanan Kuntoro ini, kepada 35 jurnalis dari media cetak dan elektronik dari berbagai provinsi di Indonesia dan Negara Timur Leste.

Tak lama Heru Prasetyo di ruang pertemuan itu,hanya sekitar setengah jam dari pukul 09.30-09.60 WIB. Namun pertemuan singkatnya dengan para peserta LPDS telah meninggalkan pesan singkat. “Jika temperatur dunia naik di atas 2 derajat Celcius, kalau itu terjadi, es di Kutub Utara akan mencair. Akibatnya gelombang laut akan naik, karena Indonesia sangat dekat dengan Kutub Utara, maka pulau-pulau di Indonesia akan tenggelam,” tegasnya.

Lanjut dia, masyarakat dunia yang telah merasakan dampak dari perubahan iklim, bersama-sama menyelesaikan masalah global ini dengan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan mengedepankan kelestarian alam.
Peserta mendengarkan penjelasan sistim kerja KMS (Karhutla
Monitoring Sistem) milik BP REDD+ dalam memantau titik
api di seluruh wilayah Indonesia|Saniah LS

Untuk itu, BP REDD+ yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2013, mencoba merubah paradigma pemeritah, masyarakat, pengusahan, dan para peneliti. “Media adalah agen paling penting dalam action progretif merubah paradigma tersebut,” tegasnya lagi.

Hal yang sama juga diutarakan Penasehat Bidang Perubahan Iklim dan Kehutanan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Indonesia, Nita Irawati Murjani. “Penting sekali menuntut kridibilitas media dan peranan media untuk public education”.

Indonesia dianugerahi hutan dan lahan gambut yang luas. Hutan dan lahan gambut Indonesia menyumbang oksigen untuk masyarakat dunia. Namun luas tanah Indonesia sekitar 193 juta hektare dan kawasan hutan seluas 103 juta hektare, amat disayangkan separuhnya sudah rusak.

“Kita harus menambah banyak jumlah hutan. Mengutip pernyataan yang disampaikan aktifis lingkungan dari India, bahwa 50 persen masalah perubahan iklim akan bisa diselesaikan kalau ada penambahan hutan,” kata Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+, Agus Pratama Sari.

Laki-laki kelahiran 2 Agustus 1966 yang baru berulang tahun ini menambahkan pernyataannya dua peristiwa utama yang mempengaruhi perubahan iklim di Indonesia, yaitu kebakaran hutan dan pemucatan terumbu karang (coral bleaching) dampaknya terjadi pemanasan global. Jika ini terus berlangsung, suhu bumi naik di atas 2 derajat Celcius, maka es di Kutub Utara akan mencair, dan Indonesia akan tenggelam.

Dampak Perubahan Iklim tidak saja dirasakan pada sektor pertanian, berkurangnya hasil panen yang mengancam ketahanan pangan, tetapi juga berdampak pada sektor kesehatan yaitu penyebaran penyakit demam berdarah, malaria, dan diare.

“Dulu saya pernah menulis, apa dampak yang terjadi akibat perubahan iklim di Indonesia. Dan kini prediksi saya telah benar terjadi,” tutupnya.

Sekitar 12 bulan lalu, salah satu media online di tanah air memberitakan pernyataan yang sama tentang rasa ketakutan yang sama tentang akan tenggelamnya pulau-pulau di Indonesia jika es di Kutub Utara mencair.

Indonesia sangat terpengaruh pada perubahan cuaca. Jika Kutub Utara esnya mencair, akan membuat sebagian pulau kita mengecil, sebagian lagi tenggelam. Belum lagi berbagai dampak lainnya,” kata Staf Ahli Bidang Teknologi Hankam Kementerian Ristek, Teguh Rahardjo  pada Konferensi Internasional tetang Aplikasi Teknologi Antariksa untuk Perubahan Iklim, mengutip pemberitaan media online tersebut sekitar 12 bulan lalu di Jakarta.  (Saniah LS)

Pasca Tsunami Angka Perceraian di Aceh Tinggi
Sadar Hukum atau Gaya Hidup

Ilustrasi|google
BANDA ACEH - Gugat cerai kini menjadi tren di kalangan masyarakat tak terkecuali Aceh, dulu kita hanya mendengar dikalangan selebriti, kini merambah ke masyarakat biasa. Apakah karena masyarakat di Aceh semakin sadar akan hukum atau menjadi gaya hidup?

Tahun 2013 tingkat perceraian di Aceh masih tinggi, cerai gugat masih lebih unggul daripada cerai talak. Nyakni 1.264 kasus cerai talak dan 3.093 cerai gugat. Beragam alasanpun menjadi pemicu, mulai dari masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Tidak ada keharmonisan, selingkuh, dan  hingga masalah polis.

Namun dari beberapa alasan penyebab munculnya perceraian, alasan ketidak harmonisan dalam rumah tangga menjadi primadona dari beberapa alasan yang ada. Pada 2013, ada 1.175 kasus gugat cerai karena alasan ketidak harmonisan, kemudian disusul dengan alasan tidak adanya tanggungjawab nyakni 733 kasus, dan alasan politis menduduki peringkat ketiga dengan jumlah kasus 323. Sedangkan berceraian dengan alasan ekonomi menduduki peringkat keempat dan KDRT peringkat kelima.

Sedangkan untuk daerah yang memiliki tingkat perceraian tertinggi di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara (Lhoksukon), yaitu 133 kasus cerai talak, 240 kasus cerai gugat, yang kemudian di susul Aceh Tamiang (Kualasimpang), 53 kasus cerai talak, 265 kasus cerai gugat, peringkat ketiga Bireuen, jumlah kasus cerai gugat 232 kasus dan cerai talak 78 kasus.

Kepala Mahkamah Syar’iyah Aceh, melalui Panitera Muda (Panmud) Hukum Azhari Ali SH, di ruang kerjanya mengatakan, tingkat perceraian di Aceh masih tinggi dalam lima tahun terakhir ini, khususnya pasca tsunami hingga 2013 sekarang.

Tahun 2013 tingkat perceraian di Aceh yang diterima oleh Mahkamah Syar’iyah lebih tinggi dari tahun 2012, namun untuk tingkat banding lebih rendah dari 2012 (adanya penurunan), jelas Azhari Ali.

Jika dibandingkan dengan provinsi lain yang jumlah penduduknya sama, Aceh termasuk provinsi tertinggi untuk tingkat perceraian,” ucap Panmud Hukum Mahkamah Syar’iyah Aceh.

Masih menurut Azhari, ia merasa prihatin dengan tingginya perkara perceraian di Aceh, dan pemerintah kata dia, semestinya punya perhatian lebih untuk hal ini, salah satunya mungkin dengan cara membangun komunikasi dan memperkuat pemerintah gampong dengan masyarakat dan lembaga-lembaga perkawinan.

“Memberi pemahaman bagi masyarakat tentang pernikahan dan dampak dari perceraian, karena banyak kasus gugat cerai itu dari masyarakat yang tinggal di pedesaan dan agak pelosok, datanya imbang-imbang dengan yang tinggal di kota besar, sebut Azhari.

Namun saat di tanya apakah pernikahan di usia muda dan pemahaman hukum masyarakat yang semakin tinggi menjadi faktor dari munculnya alasan-alasan perceraian? Dia mengaku tidak tahu pasti, namun bisa jadi seperti itu katanya, atau perceraian dikalangan masyarakat saat ini sudah menjadi tren atau gaya hidup.

“Itu perlu di buat penelitian untuk membuktikan hal itu, tambah putra kelahiran Pidie tersebut.

Semestinya perkawinan setiap pasangan harus diawali dengan asas keadilan, kesetaraan, dan kebahagiaan. Karena hal itu dapat mencegah egoisme, dominasi, beban berlebihan, dan kekerasan yang menyebabkan perceraian.

Memahami hal itu sangat penting, karena perceraian di Indonesia sudah tinggi, khususnya Aceh. Dia juga menjelaskan bahwa masih tingginya data perceraian di Aceh semestinya menjadi perihal serius karena keluarga merupakan pendidikan pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian, etika, dan moral anak-anak.

Untuk itu, setiap orang yang ingin menikah sekarang harus menata ulang niat perkawinan yang dimiliki, yakni menjadikannya sebagai lahan ibadah kepada Tuhan dan sarana menjalani silaturahmi, atau saling memahami agar menjadi keluarga bahagia.

Namun Mahkamah Syar’iyah (Pengadilan Agama) tidak punya kewenangan untuk hal itu, tupoksi Mahkamah Syar’iyah hanya untuk mengadili kasus yang masuk. Dari data perceraian yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah Aceh tahun 2013 memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan, lanjut Azhari Ali SH.

Hasil penelusuran HABA KELUARGA, angka perceraian di Aceh meningkat hingga tiga kali lipat pascatsunami. Gugatan cerai sebagian besar datang dari pihak istri dengan kesalahan ada pada pihak suami, entah karena poligami liar, selisih paham dan ketidak harmonisan, dan uniknya lagi untuk tahun 2013 (jelang taun politik 2014) alasan perceraian karena polis dengan jumlah 323 kasus, Lhoksukon peringkat tertinggi dengan jumlah 35 kasus. (Jurnal Haba Keluarga)
_________________________________________________________________________________

Data tingkat Perceraian di Aceh Tahun 2013
No

Mahkamah Syar’iyah
Kabupaten/Kota
Perkara Yang Diterima
Perkara Yang diputuskan
Cerai Talak
Cerai Gugat
Cerai Talak
Cerai Gugat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Banda Aceh
Sigli
Takengon
Langsa
Lhokseumawe
Meulaboh
Kutacane
Tapaktuan
Bireuen
Jantho
Lhoksukon
Sabang
Meureudu
Idi
Kualasimpang
Blangkejeren
Calang
Singkil
Sinabang
Simpang Tiga Redolong
75
79
145
78
99
82
38
51
94
47
111
15
23
68
69
26
13
31
17
103
      186
228
233
236
159
176
81
130
248
180
304
40
58
229
304
32
42
64
26
137
50
58
105
60
85
76
23
41
78
41
133
17
20
63
53
29
12
37
13
85
147
217
175
197
132
166
82
109
232
160
240
43
50
192
265
25
34
54
29
132

          Jumlah
       1.264
    3.093
1.079
2.681

(Laporan Perkara yang Diterima dan Diputus di Mahkamah Syar’iyah Se-Aceh 2013)

Aceh Masih “Miskin” Jurnalis Perempuan

Para peserta pelatihan berfoto bersama di halaman SMAN 10 Fajar Harapan
Banda Aceh, Kamis (13/3)|dok.FJPI-Aceh
BANDA ACEH Jumlah jurnalis perempuan di Aceh bisa dihitung dengan jari, menurut data dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia- Aceh (FJPI-A) untuk di Banda Aceh saja ada sekitar 14 pewarta perempuan yang tergabung dalam FJPI-Aceh. Dari jumlah itu separuhnya masih eksis di media cetak, elektronik, dan online di Aceh.

Jumlah ini menurut Ketua FJPI-Aceh, Saniah LS jauh dari harapan jika dibandingkan di Kota Medan. Di wilayah tetangga Aceh, sebut Saniah, yang terdaftar sebagai anggota FJPI ada sekitar 60 jurnalis perempuan. Sedangkan total seluruhnya ada sekitar seratusan lebih.

“Itu mengapa, FJPI-Aceh perlu goes to school, memberi pelatihan jurnalistik dasar di 11 SMA/SMK/MA di Kota Banda Aceh. Awalnya kami ingin menumbuhkan rasa cinta, suka, dan baru kemudian menyenangi profesi ini seperti tema kami yaitu menjadi jurnalis itu asyik,” jelas Saniah yang sudah mulai berkecipung dimedia sejak 2003.

Para siswi SMAN 10 Fajar Harapan sedang menyimak materi
Jurnalistik Dasar yang diberikan Ketua FJPI Aceh,
 Saniah LS|dok. FJPI-Aceh
Sementara itu, Divisi Pelatihan dan Pendidikan FJPI-Aceh, Kesia Meilanny menambahkan, pelatihan jurnalistik dasar untuk memberikan pengetahuan dasar tentang ilmu kewartawanan pada pelajar, khususnya pelajar tingkat SMA.

“Tujuan acara ini untuk melengkapi siswa siswi dengan dasar-dasar jurnalistik sedini mungkin,” katanya.

Dalam pelatihan yang diikuti oleh 35 orang siswi SMA Negeri 10 Fajar Harapan ini, Kesia mengatakan, mereka diberikan pengetahuan tentang Jurnalistik Dasar, Manajemen Surat Kabar, Ragam Berita, Penulisan Feature, dan praktek langsung.

Sementara itu, pemateri dalam pelatihan itu diisi oleh Saniah LS dan Yayan Zamzami. Dan rencana pada Jumat (21/3) akan datang, FJPI-Aceh Goes to School akan menyambangi SMAN 1 Banda Aceh. Dan kemudian disusul SMA/SMK/MA lainnya, yang ditargetkan program tersebut akan diselesaikan pada Desember 2014.

Salah seorang peserta pelatihan, Fatin mengatakan, dengan mengikuti pelatihan ini, dia dan kawan-kawannya menjadi lebih tahu bagaimana kinerja dan karya jurnalistik yang sebenarnya. Dia mengaku masih awam tentang jurnalistik.

“Setelah mengikuti pelatihan ini saya menjadi lebih mengerti lagi, apa itu jurnalistik, bentuk apa-apa saja karya jurnalistik, dan bagaimana ruang lingkup kerja para jurnalis,” tuturnya.

Pemateri II, Yayan Zamzami sedang memberikan materi
Ragam Berita dan Penulisan Feature|dok.FJPI Aceh
Sebelumnya FJPI-Aceh telah memberikan pelatihan jurnalistik dasar di MAN Model Jambo Tape yang dihadiri sekitar ratusan pelajar MA/MTsN di jajaran Kankemenag Aceh. Di SMK Kota Subulussalam yang diikuti sekitar ratusan pelajar dari SMA/SMK/MA di wilayah tersebut.

“Kami, FJPI-Aceh dengan senang hati akan menyahuti undangan, jika ada sekolah yang ingin mengundang kami memberi pelatihan jurnalistik di sekolah mereka,” tutup Kesia.

FJPI-Aceh memiliki program kerja 2014 Goes to School dengan menggelar Pelatihan Jurnalistik Dasar dengan tema “Menjadi Jurnalis itu Asyik...” diharapkan kedepannya Aceh memiliki jurnalis-jurnalis handal dan profesional, khususnya perwarta perempuan, dalam menjalankan tugas mereka dengan memengang teguh pada kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. (Rahmat)

Angka Perceraian di Indonesia 
Tertinggi di Asia Pasifik



Dr. Sudibyo Alimoeso MA
 Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBNinilah.com
 
NIAT perkawinan setiap pasangan harus diawali dengan asas keadilan, kesetaraan, dan kebahagiaan. Hal itu untuk mencegah egoisme, dominasi, beban berlebihan, dan kekerasan yang menyebabkan perceraian.

Memahami hal itu sangat penting, karena perceraian di Indonesia sudah tinggi, di mana masuk peringkat tertinggi se-Asia Pasifik. Hal itu seperti diungkap Dr. Sudibyo Alimoeso MA, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN.

Dia menjelaskan bahwa tingginya data perceraian di Indonesia menjadi perihal serius karena keluarga merupakan pendidikan pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian, etika, dan moral anak-anak. Untuk itu, setiap orang yang ingin menikah sekarang harus menata ulang niat perkawinan yang dimiliki, yakni menjadikannya sebagai lahan ibadah kepada Tuhan dan sarana menjalani silaturahmi, atau saling memahami agar menjadi keluarga bahagia.

"Data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010 melansir bahwa selama 2005 sampai 2010, atau rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Dari dua juta pasangan menikah tahun 2010 saja, 285.184 pasangan bercerai.

Dan tingginya angka perceraian di Indonesia yang kita dapati, notabene tertinggi se-Asia Pasifik," katanya dalam acara bertema “Seminar Membangun Ketahanan Keluarga di Tengah Krisis dan Tingginya Gugat Cerai” di Auditorium Kantor BKKBN, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin (23/12/2013)

Data tersebut juga memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan, lanjut Dr. Soedibyo.

Dr. Soedibyo menuturkan, angka perceraian di Indonesia adalah hal yang menyedihkan. Betapa banyak anak yang kemudian harus menjalani takdir hidup tak bersama ayah dan ibunya secara utuh. Di samping itu, tak sedikit menjadi koban perebutan kuasa asuh. Padahal, hal itu membuat dampak negatif secara psikis. (okezone.com)



Penduduk Usia Produktif Bisa Menjadi Beban

Ilustrasi|news.bisnis.com
Jumlah penduduk usia produktif Indonesia meningkat sangat signifikan sejak tahun 1980-an. Tahun 1980 jumlahnya 81,9 juta  menjadi 157,05 juta pada 2010. Dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 207 juta pada akhir 2035.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan peningkatan jumlah penduduk usia produktif ini akan menjadi beban jika tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan kerja untuk meningkatkan pendapatan penduduk, karena kondisi ini akan menjadi ancaman, bahkan bencana demografi.

Harapannya, pada kondisi penduduk usia produktif meningkat, angka ketergantungan turun, sehingga Indonesia akan menikmati bonus demografi, yaitu suatu kondisi di saat jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk nonproduktif.

Seperti diungkapkan Deputi Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan KUMKM Bappenas, Ceppie Kurnadi, dalam seminar Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 di Jakarta, Rabu (29/1), dia mengatakan, sejak krisis ekonomi hingga tahun 2006, penyerapan tenaga kerja tidak sampai 2 persen. Sejak 2007 hingga 2010, penyerapan tenaga kerja meningkat menjadi 4 persen. Namun turun kembali pada tahun 2011-2013 menjadi 2 persen lagi.

Sedangkan angka pengangguran naik dari 6,14 persen pada 2012 menjadi 6,25 persen atau teradapat 7,4 juta penganggur pada 2013. “Oleh karena itu, kita harus mencermati peningkatan penduduk usia produktif ini, jangan sampai terjadi ledakan pengganggur,” ujarnya.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Suhasil Nazara mengatakan, pemerintah harus bisa menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif agar bisa menyerap tenaga kerja. “Misalnya, mendukung dunia usaha untuk membuka lapangan usaha baru, menyediakan infrastruktur agar transportasi mudah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof dr Fasli Jalal, PhD, SpGK, mengatakan, bonus demografi hanya akan dialami sekali saja oleh sebuah negara. Oleh karena itu, semua pihak harus mencermati dinamika kependudukan. “Database penduduk sangat pening dalam merencanakan kependudukan,” kata Fasli di Jakarta, Kamis (30/1).

Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 melihat dinamika penduduk sebagai basis pembangungan. Menurut Fasli, sudah saatnya pembangunan Indonesia dilandasi wawasan tentang dinamika kependudukan. Saat ini, pemerintah sudah menyiapkan draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai turunan Undang Undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

“RPP ini mengatur soal keluarga berencana, dinamika kependudukan, pembangunan keluarga sejahtera, dan sistem informasi keluarga dalam perencanaan pembangunan,” kata Fasli.(bkkbn.go.id)


Film Linimassa3 Diputar Perdana di Banda Aceh

Penonton menyaksikan film Linimassa3 di Banda Aceh
BANDA ACEH - Komunitas Aceh Blogger bekerjasama dengan ICT Watch dan Komunitas Darah Untuk Aceh menyelenggarakan pemutaran (nonton bareng), diskusi film dokumenter Linimassa 3 (#linimassa3), dan film pendek Terpenjara di Udara (#terpenjara). 

Pada pemutaran film Linimassa 3 dan film Terpenjara di Udara ini, ICT Watch sebagai pemroduksi film, Aceh dipilih sebagai tempat pemutaran perdana Linimassa 3 yang selanjutnya diikuti oleh pemutaran di Yogjakarta.

Dalam film Linimassa 3 ini, seorang sineas asal Aceh yaitu Yayan Zamzami ikut mengambil bagian sebagai sutradara dalam pembuatan Linimassa 3 dengan mengangkat kisah mengenai Komunitas Darah Untuk Aceh, sebuah komunitas yang menginisiasi kehadiran perkumpulan kakak asuh (pendonor darah) bagi penyandang Thalassemia di Aceh.

Yayan (panggilan akrab) menyebutkan, Linimassa3 adalah film dari antology karya lima sutradara yang mengangkat lima kisah-kisah komunitas di lima daerah di Indonesia, yang memiliki gerakan sosial kemanusiaan. Komunitas-komunitas ini mengandalkan media sosial untuk menjalankan berbagai aktifitas mereka.

Sebut dia lima kisah tersebut, Gerakan Samarinda Menggugat (Sutradara Yus Yustinus-Samarinda), Penderitaan Warga di Kaki Gunung Omah Kendeng (Sutradara Sobirin-Jawa Tengah), Aktifis Perempuan Penyelamat Perdamaian di Poso (Sutradara Jafar G Bua- Palu Sulawesi Tengah), Setetes Darah Setitik Harapan (Sutradara Yayan Zamzami-Banda Aceh), dan Se-Mug Beras untuk Rokatenda (Sutradara Tuteh—Ende, NTB).

Anak-anak Thalasemia menghibur penonton
Linimassa3 adalah film documenter berdurasi sekitar 53 menit, yang merupakan kelanjutan dari Linimassa1 (2011) dan Linimass2 (2012). Dalam keseluruhan seri film Linimassa dikisahkan tentang masyarakat yang secara swadaya dan dala keterbatasannya berjuang menggunakan internet dan media sosial untuk menjembatani atau menginisiasi solusi atas problematika ekonomi, sosial dan budaya yang dihadapi  sehari-hari.

Khusus dalam Linimassa3 ini jelas Yayan, latar belakang kisahnya beragam dari isu lingkungan, kemanusiaan hingga kondisi pasca konflik. Sedangkan untuk film “Terpenjara di Udara” adalah film pendek berdurasi sekitar 13 menit. Berlandaskan hasil riset dari CIPG, Manchester University dan HIVOS tentang penyalahgunaan frekuensi radio/televisi oleh para pemiliki media besar. 

Frekuensi yang sejatinya adalah milik public, alih-alih digunakan untuk melayani hak masyarakat atas informasi yang berkualitas, justru dipakai oleh pemiliki media untuk kepentingan bisnis maupun politik. Informasi yang kemudian disodorkan kepada masyarakat, lantas menjadi homogeny.

Regulasi dan kebijakan pemerintah, hanya macan ompong. Dikisahkan pula tentang Kelompok Radio Komunitas, dengan kondisi yang kian terdesak, tapi berjuang sekuat tenaga memberikan manfaat bagi masyarakat melalui inforasi bernilai. 

“Adanya pemutaran film ini, juga diharapkan semakin meningkatkan animo generasi muda Aceh pada bidang sinematografi. Memalui sinematografi, para sineas bisa mengangkat potensi Aceh dari segala bidang untuk bisa dikenalkan pada dunia,” pungkas Yayan.

Pemutaran film (nonton bareng) serta diskusi film “Linimassa 3” dan “Terpenjara Di Udara” ini terbuka untuk umum dan dihadiri sekitar ratusan penonton yang diputar di Haba Cafe,Lampriet, Banda Aceh beberapa waktu lalu.

Kegiatan ini juga didukung oleh I Love Aceh, KPLI Aceh, Kaskus Regional Aceh, BEM FISIP Unsyiah, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia-Aceh (FJPI-A), HIMAKASI Unsyiah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda aceh, Muharram Journalism College (MJC) dan Internet Sehat.  (Saniah LS)


PIK-RANSEL HIBUR ANAK PENGUNGSI GAYO

TAKENGON - Sekitar ratusan anak di Kamp Pengungsian Pos 1, Lukup Sabun Tengah dan Lukup Sabun Barat, larut dalam suasana  ceria dalam lomba mewarnai  yang digelar Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Rumah Anak Sehat dan Selamat (RANSEL) pada akhir Juli 2013 lalu.

Anak-anak pengungsi gempa bumi pada 02 Juli di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh itu juga larut dalam canda dan tawa saat menyaksikan dan menonton film kartun berjudul Madagaskar 3. Bahkan tak sedikit diantara mereka yang mampu menceritakan kembali kisah petualangan hewan-hewan lucu yang mereka tonton tersebut, di depan ratusan anak-anak pengungsi lainnya.

PIK-RANSEL menggandeng Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Aceh dan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) Bungong Jeumpa menggelar psikososial kepada sekitar 250 anak pengungsi di dua kamp pengungsian berbeda yang berada di lokasi Kecamatan Lukup Sabun, Aceh Tengah. Kegiatan selama dua hari itu, 27-28 Juli 2013, difasilitasi oleh Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BkkbN) Provinsi Aceh.

Dengan mengangkat tema “We Care, We Do,We Get”  (Kita Peduli, Kita Berbuat, Kita Dapat-red). Diharapkan kegiatan yang pertama kali diusung PIK-RANSEL ini dapat mengurangi trauma yang dialami anak-anak pengungsi akibat bencana alam gempa bumi yang terjadi  pada 02 Juli 2013 lalu di Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan kekuatan 6,2 SR.

Ketua Panitia kegiatan yang juga Duta Mahasiswa Generasi Berencana (GenRe) BkkbN Aceh 2013, Pinka Satria Aqsa kepada media ini menjelaskan, anak merupakan kelompok yang rentan terhadap bencana.

Efek bencana alam seperti gempa bumi tidak terlihat langsung pada anak. Menurut Pinka karena anak masih belum bisa mengungkapkan perasaan dan trauma yang dialaminya kepada orangtua mereka maupun masyarakat sekitar.

Berbeda dengan orang dewasa, mereka dengan mudah mengekspresikan apa yang dirasakannya. Untuk itu agar anak terhindar dari stress yang timbul dari suatu bencana perlu dilakukan psikososial atau trauma healing (pemulihan trauma).

“Kegiatan seperti ini minimal dapat mengurangi trauma anak. Namun kegiatan ini hanyalah tahap awal yang biasanya dilakukan pasca bencana. Diharapkan hal semacam ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan oleh pemerintah daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat lainnya,” harapnya.

Pinka juga menambahkan, penanganan pasca bencana tidak saja harus difokuskan pada pemulihan trauma khususnya kepada anak. Namun Pemerintah Aceh perlu juga melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah bencana dengan cepat dan tepat.

Pendidikan dan kesehatan anak pengungsi perlu diperhatikan pemerintah daerah, pasca bencana. Selain memulihkan perekonomian,” ujarnya.

Sekitar 250 anak di  kamp pengungsian Lukup Sabun Tengah dan Lukup Sabun Barat, Kabupaten Aceh Tengah, setelah sesi pemutaran film kartun, mereka dihibur dengan berbagai gamemenarik yang dipandu motivator Zarkasi Yusren dan Rahmat Nazillah.

“Paling tidak dengan membuat anak-anak di kamp pengungsi ini tersenyum dan tertawa  diharapkan bisa mengurangi rasa takut mereka terhadap bencana yang menimpa mereka ketika bencana itu datang kembali,” tambah Zarkasi.

Menurut Zarkasi yang juga Administrator PPKS Bungon Jeumpa anak-anak pengungsi dan orangtua atau keluarga mereka perlu juga diberi pengetahuan kesiap siagaan bencana. Baik sebelum bencana maupun sesudah bencana itu datang.

"Ya misal tadi kami memberi pengetahuan kesiap siagaan bencana. Selain memberi motivasi, kami juga mengajarkan bagaimana orangtua maupun keluarga berkomunikasi dengan baik kepada anak-anak mereka, untuk mengurangi trauma yang dialami anak akibat bencana," jelasnya.

Di akhir acara, PIK-RANSEL menyerahkan bantuan sembako, pakaian layak pakai, dan makanan ringan kepada kepala desa dan sekitar ratusan anak-anak pengungsi. Selain memberikan hadiah menarik untuk anak-anak yang memenangi perlombaan mewarnai gambar. (Saniah LS)

Peserta Orientasi KKB antusias mengikuti pelatihan
yang digelar di Jantho, Aceh Besar beberapa waktu
lalu|dok.bkkbn
Kader BKB Mutiara Bunda PERSIT Ikut Orientasi

JANTHO - Puluhan kader Bina Keluarga Balita (BKB) dari Kelompok Mutiara Bunda PERSIT KCK  X  Yon. Kav 11/SERBU PD.Iskandar Muda mengikuti orientasi pembinaan selama dua hari, 29-30 Juli 2013, di Kota Jantho, Aceh Besar.

Orientasi ini digelar oleh Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BkkbN) Provinsi Aceh dan dibuka oleh Ny. Vieda Topri Daeng Balaw.Tujuannya untuk menghidupkan dan mengorientasi kembali -engetahuan  dan keterampilan para kader BKB.

Pada pelatihan tersebut menghadirkan pemateri, Plt Kepala Perwakilan BkkbN Provinsi Aceh, Drs Saflawi TR, MM, Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan
Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Faridah Abubakar SE MM, dan Plt Kasubid Bina Keluarga Balita dan Anak (BKBA) dan Ketahanan Keluarga Lansia Rentan (KKLR), Ihya SE.

Staf KSPK, Mia Wahdini SKM kepada media ini menyebutkan, sekitar 20 kader BKB dari Kelompok Mutiara Bunda PERSIT-KCK  X  Yon.Kav 11/SERBU PD.Iskandar Muda, Aceh Besar diajarkan selama dua hari tentang tumbuh kembang balita, tujuh aspek,  perkembangan anak, cara pengisian Kartu Kembang Anak (KKA), pemanfaatan media interaksi, dan stimulasi perkembangan anak (kantong wasiat dan APE/Alat Permainan Edukatif).

“Kita berharap dengan adanya orientasi penyuluhan ini dapat berkelanjutan dan berkesinambungan. Ya minimal kegiatan yang sama ini bisa dilaksanakan sebulan sekali. Sesuai kelompok umur dan dapat  terintergrasi dengan program tujuan sejenis, yakni Posyandu dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),” kata Mia.

BkkbN dalam hal ini kata Mia lagi, menargetkan ada 40 kelompok BKB di Aceh atau sekitar 720 kader BKB bisa mengikuti orientasi setiap tahun. Tujuannya tak lain untuk menghidupkan pengetahuan dan keterampilan para kader BKB, terutama mengenai pelaksanaan program kelompok BKB itu sendiri. (Saniah LS)

BKKBN SEDIAKAN RUMAH KONSELING   
Pengunjung sedang melihat papan struktur pelaksana
PPKS Bungong Jeumpa Perwakilan BkkbN Aceh|Saniah LS







Sementara itu, Subagyo kepada wartawan usai meresmikan Kantor PPKS Bungong Jeumpa mengatakan, rumah konseling ini bisa difungsikan sebagai wadah bagi remaja atau masyarakat untuk bisa konsultasi dalam masalah-masalah yang positif. 

“Dalam program ini, diutama bagi remaja yang banyak mengalami masalah pra nikah maupun pasca nikah,” tegasnya. 

Subagyo juga menyebutkan, bahwa program PPKS ini tidak hanya berjalan di Provinsi Aceh saja. Tetapi juga di provinsi lainnya di Indonesia. Nantinya PPKS jelas dia, akan dikembangkan di kabupaten dan kecamatan lainnya di setiap provinsi di Indonesia, sehingga bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Turut hadir pada acara peresmian Kantor PPKS Bungong Jeumpa sejumlah petinggi BkkbN pusat, BkkbN Aceh, bidan, dan tokoh masyarakat. (Saniah LS)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar