Minggu, 17 Januari 2016

80 Persen Penyumbang Terbesar Angka Perceraian di Aceh Adalah Pasangan Usia Muda

Ilustrasi|google.com
BANDA ACEH - Sejak 2014 hingga April 2015, secara nasional data Kementerian Agama berdasarkan dari kasus pernikahan yang terjadi Makamah Syari’ah Aceh, 10 persen diantaranya berakhir dengan perceraian. Dari angka itu,  70 persen diantaranya perceraian diajukan pihak istri, sementara 80 persen penyumbang terbesar perceraian adalah pasangan muda dengan usia perkawinan dibawah 5 tahun.
Bicara masalah perceraian memang tidak ada habisnya, hampir setiap tahun jumlah perkara perceraian selalu meningkat di Aceh, mulai dari perkara talak hingga cerai gugat oleh istri kepada suami. Dan perkara cerai gugat oleh istri kepada tsuami tetap masih menjadi primadona di Aceh, Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Bireuen, Aceh Tengah, dan juga Pidie.

Pada 2014 untuk Kabupaten Bireuen ada sebanyak 252 kasus istri menggugat suami, sedangkan kasus istri menggugat suami hanya 127 perkara  begitu juga halnya di Kabupaten Aceh Tengah yang merupakan  kabupaten tertinggi tingkat perceraian di Aceh.

Terhitung sejak 2013 hingga April 2015 ada 800 lebih kasus cerai yang masuk ke mahkamah Syari’ah dengan rincian 378 kasus pada 2013,  pada 2014 ada 421 kasus ,dan 2015 yang tercatat Januari hingga April, ada 167 kasus. Hal ini disebutkan, Ketua mahkamah Syar’iyah, M.Yacob Abdullah, melalui pesan singkat yang dikirimkannya beberapa waktu lalu, saat di tanyai tentang  berapa banyak kasus perceraian di Aceh Tengah dan apa penyebabnya.

Menurut M.Yacob Abdullah, tingginya angka perceraian di Aceh Tengah kebanyakan di sebabkan oleh faktor pendidikan yang rendah, pemahaman agama yang kurang, faktor ekonomi dan pernikahan usia dini (usia muda), juga perselingkuhan  hal yang serupa juga terjadi di Kabupaten tetangganya, (Bireuen-red) tidak adanya tanggungjawab suami kepada istri dan anak dalam memberi nafkah dan menikah di usia muda juga rentan terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang salah satunya menjadi pemicu gugatan cerai istri kepada suami.

Dengan adanya peninggkatan kasus perceraian di setiap kabupaten/kota di Aceh, maka secara otomatis angka perceraian secara keseluruhan di Provinsi Aceh meningkat setiap tahunnya fakta ini terlihat dari data yang di peroleh media ini, nyakni pada 2013 jumlah kasus perceraian di Aceh mencapai 6.385 kasus, dann pada 2014 jumlah tersebut kembali naik drastis mencapai 7.196 laporan perkara perceraian.

Dari jumlah ini yang telah diusut sebanyak 6.166 perkara, sedangkan 1.040 perkara lainnya menjadi sisa akhir tahun. Staf bagian hukum Mahkamah Syar'iyah Aceh, Nurdin mengatakan, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.

“Pada 2013 terhitung Januari hingga Desember ada 6.385 kasus perceraian. Artinya lebih sedikit dari 2014. Untuk 2015 datanya belum semuanya masuk ke Mahkamah Syari’ah Aceh,”ujar Nurdin saat di hubungi melalui telpon selular miliknya pada 30 juni 2015.

Berdasarkan data yang diperoleh selama 2014 (dari Januari  hingga Desember), kasus cerai talak sebanyak 1.146 kasus, cerai gugat 2.978 kasus, penetapan ahli waris 428 kasus, isbath nikah 1.311 kasus, dan kasus lainnya. Sedangkan pencabutan kasus tercatat 580 kasus.

Penyebab tingginya angka perceraian ini kata Nurdin terjadi karena banyak faktor. Seperti krisis moral, tidak ada tanggung jawab, penganiayaan, kekejaman mental, cacat biologis dan poligami tidak sehat.

Faktor lainnya seperti cemburu, kawin paksa, permasalahan ekonomi, kawin di bawah umur dan tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga. Bahkan faktor politik dan adanya pihak ketiga juga menjadi faktor dalam hal ini. Namun yang paling sering katanya terjadi akibat tidak adanya keharmonisan dan tidak adanya tanggung jawab dalam keluarga.

Agar terhindar dari retaknya rumah tangga, saran Nurdin diperlukan pengetahuan mengenai ilmu agama dari kedua pasangan. “Bagi suami maupun istri hendaknya memiliki pemahaman ilmu agama dalam hidup berkeluarga, supaya dapat membangun keluarga yang bahagia. Apalagi penyebab perceraian terbanyak karena tidak ada kerharmonisan dan tidak ada tanggung jawab,”sarannya.

Sementara untuk daerah-daerah yang paling tinggi kasus perceraian dijabarkan yaitu Takengon 828, Lhoksukon 624 kasus, Banda Aceh 504 kasus, Bireuen 515 kasus, dan Pidie 497 kasus. Untuk kasus perceraian terendah ada di Sabang dengan 64 kasus, Singkil 84 kasus, dan Sinabang 94 kasus.
Peningkatan data perceraian setiap tahunnya terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia tidak terkecuali Aceh, maka wajar ketika Indonesia dinyatakan merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi bahkan tergolong besar di dunia dan ini menjadi PR bagi pemerintah.


Tingginya angka statistik perceraian di Indonesia dan Aceh khususnya,  merupakan data dan fakta yang harus diterima walaupun pahit sembari mencari cara dan strategi terbaik guna mencegah terjadinya perceraian sejak dini. (Fitri Juliana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar