Minggu, 17 Januari 2016

80 Persen Penyumbang Terbesar Angka Perceraian di Aceh Adalah Pasangan Usia Muda

Ilustrasi|google.com
BANDA ACEH - Sejak 2014 hingga April 2015, secara nasional data Kementerian Agama berdasarkan dari kasus pernikahan yang terjadi Makamah Syari’ah Aceh, 10 persen diantaranya berakhir dengan perceraian. Dari angka itu,  70 persen diantaranya perceraian diajukan pihak istri, sementara 80 persen penyumbang terbesar perceraian adalah pasangan muda dengan usia perkawinan dibawah 5 tahun.
Bicara masalah perceraian memang tidak ada habisnya, hampir setiap tahun jumlah perkara perceraian selalu meningkat di Aceh, mulai dari perkara talak hingga cerai gugat oleh istri kepada suami. Dan perkara cerai gugat oleh istri kepada tsuami tetap masih menjadi primadona di Aceh, Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Bireuen, Aceh Tengah, dan juga Pidie.

Pada 2014 untuk Kabupaten Bireuen ada sebanyak 252 kasus istri menggugat suami, sedangkan kasus istri menggugat suami hanya 127 perkara  begitu juga halnya di Kabupaten Aceh Tengah yang merupakan  kabupaten tertinggi tingkat perceraian di Aceh.

Terhitung sejak 2013 hingga April 2015 ada 800 lebih kasus cerai yang masuk ke mahkamah Syari’ah dengan rincian 378 kasus pada 2013,  pada 2014 ada 421 kasus ,dan 2015 yang tercatat Januari hingga April, ada 167 kasus. Hal ini disebutkan, Ketua mahkamah Syar’iyah, M.Yacob Abdullah, melalui pesan singkat yang dikirimkannya beberapa waktu lalu, saat di tanyai tentang  berapa banyak kasus perceraian di Aceh Tengah dan apa penyebabnya.

Menurut M.Yacob Abdullah, tingginya angka perceraian di Aceh Tengah kebanyakan di sebabkan oleh faktor pendidikan yang rendah, pemahaman agama yang kurang, faktor ekonomi dan pernikahan usia dini (usia muda), juga perselingkuhan  hal yang serupa juga terjadi di Kabupaten tetangganya, (Bireuen-red) tidak adanya tanggungjawab suami kepada istri dan anak dalam memberi nafkah dan menikah di usia muda juga rentan terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang salah satunya menjadi pemicu gugatan cerai istri kepada suami.

Dengan adanya peninggkatan kasus perceraian di setiap kabupaten/kota di Aceh, maka secara otomatis angka perceraian secara keseluruhan di Provinsi Aceh meningkat setiap tahunnya fakta ini terlihat dari data yang di peroleh media ini, nyakni pada 2013 jumlah kasus perceraian di Aceh mencapai 6.385 kasus, dann pada 2014 jumlah tersebut kembali naik drastis mencapai 7.196 laporan perkara perceraian.

Dari jumlah ini yang telah diusut sebanyak 6.166 perkara, sedangkan 1.040 perkara lainnya menjadi sisa akhir tahun. Staf bagian hukum Mahkamah Syar'iyah Aceh, Nurdin mengatakan, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.

“Pada 2013 terhitung Januari hingga Desember ada 6.385 kasus perceraian. Artinya lebih sedikit dari 2014. Untuk 2015 datanya belum semuanya masuk ke Mahkamah Syari’ah Aceh,”ujar Nurdin saat di hubungi melalui telpon selular miliknya pada 30 juni 2015.

Berdasarkan data yang diperoleh selama 2014 (dari Januari  hingga Desember), kasus cerai talak sebanyak 1.146 kasus, cerai gugat 2.978 kasus, penetapan ahli waris 428 kasus, isbath nikah 1.311 kasus, dan kasus lainnya. Sedangkan pencabutan kasus tercatat 580 kasus.

Penyebab tingginya angka perceraian ini kata Nurdin terjadi karena banyak faktor. Seperti krisis moral, tidak ada tanggung jawab, penganiayaan, kekejaman mental, cacat biologis dan poligami tidak sehat.

Faktor lainnya seperti cemburu, kawin paksa, permasalahan ekonomi, kawin di bawah umur dan tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga. Bahkan faktor politik dan adanya pihak ketiga juga menjadi faktor dalam hal ini. Namun yang paling sering katanya terjadi akibat tidak adanya keharmonisan dan tidak adanya tanggung jawab dalam keluarga.

Agar terhindar dari retaknya rumah tangga, saran Nurdin diperlukan pengetahuan mengenai ilmu agama dari kedua pasangan. “Bagi suami maupun istri hendaknya memiliki pemahaman ilmu agama dalam hidup berkeluarga, supaya dapat membangun keluarga yang bahagia. Apalagi penyebab perceraian terbanyak karena tidak ada kerharmonisan dan tidak ada tanggung jawab,”sarannya.

Sementara untuk daerah-daerah yang paling tinggi kasus perceraian dijabarkan yaitu Takengon 828, Lhoksukon 624 kasus, Banda Aceh 504 kasus, Bireuen 515 kasus, dan Pidie 497 kasus. Untuk kasus perceraian terendah ada di Sabang dengan 64 kasus, Singkil 84 kasus, dan Sinabang 94 kasus.
Peningkatan data perceraian setiap tahunnya terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia tidak terkecuali Aceh, maka wajar ketika Indonesia dinyatakan merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi bahkan tergolong besar di dunia dan ini menjadi PR bagi pemerintah.


Tingginya angka statistik perceraian di Indonesia dan Aceh khususnya,  merupakan data dan fakta yang harus diterima walaupun pahit sembari mencari cara dan strategi terbaik guna mencegah terjadinya perceraian sejak dini. (Fitri Juliana)

Banda Aceh Siap Bentuk BkkbD

Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs M. Natsir Ilyas bersama rombongan mendampingi anggota Komisi X DPR-RI, Tgk Khaidir mengunjungi Pemko Banda Aceh beberapa waktu lalu, mengusulkan agar BkkbD segera terbentuk di Ibukota
Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh.|Saniah LS

BANDA ACEH – Pemerintah Kota Banda Aceh menyambut baik gagasan Komisi IX DPR-RI, Tgk Khaidir dan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) yang menginginkan Ibukota Provinsi Aceh ini bisa menjadi kabupaten/kota pertama di Aceh yang membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BkkbD) sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

“Pasal 54 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mengamanahkan, dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, Pemerintah Daerah Membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah, yang Selanjutnya Disingkat BkkbD di Tingkat Kabupaten/Kota,” imbuh Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs M. Natsir Ilyas M.Hum beberapa waktu lalu di Banda Aceh.
Kepala Perwakilan BkkbN Aceh itu mendampingi Komisi IX DPR-RI bertemu dengan segenap unsur pejabat di jajaran Pemko Banda Aceh, 6 April 2015, di ruang rapat Walikota Banda Aceh, di lantai 3 Balaikota.
Hadir juga pada waktu itu, Asisten III, M. Nurdin, Asisten II, Gusmeri, Kadis Kesehatan, dr Media, Kepala Inspektorat Rita Pujiastuti, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Banda Aceh, Dra. Emila Sovayana, dan Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KPPKB), Ir Badrunnisa.
Master Hukum lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) ini juga menyebutkan dasar lain yang bisa dijadikan pertimbangan sehingga dibentuknya BkkbD di daerah yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 perubahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang  Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007.
“Telah jelas diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa program KB menjadi urusan wajib di daerah tetapi bukan pelayanan dasar yang lainnya. Serta di PP Nomor 38 Tahun 2007 diperjelas urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota,” sebut Natsir Ilyas.
Kepala Perwakilan BkkbN Aceh ini mengatakan, baru terbentuk Badan Keluarga Berencana Daerah (BKBD) di Aceh Tenggara yang sedang diupayakan menjadi BkkbD. Selama ini menurut dia tidak adanya BkkbD di kabupaten/kota di Aceh menyebabkan  pihaknya mengalami kesukaran dalam pengelolaan keuangan di daerah karena tidak adanya bendahara di daerah. Jika BkkbD terbentu maka akan bendahara yang mengelola anggaran di daerah.
“Selama ini kan masih provinsi yang mengelola anggaran dan jika ada kegiatan anggaran baru diserahkan, Namun jika BkkbD nanti terbentuk, hal-hal yang menyangkut anggaran akan lebih mudah dan alokasi anggaran juga tidak terbatas seperti sekarang ini,” tuturnya.
Komisi IX DPR-RI, Tgk Khaidir  menambahkan, kalau pusat akan menyediakan anggaran untuk pembangunan gedung BkkbD di kabupaten/kota. Untuk itu anggota DPR-RI dari partai Gerindra ini meminta Pemko Banda Aceh dan BkkbN Aceh melakukan komunikasi dan koordinasi lebih intens untuk membahas terbentuknya BkkbD di Banda Aceh pada 2016 akan datang dengan yang dipimpin pejabat eselon II.
“Kependudukan di Disdukcapil berbeda dengan kependudukan di BkkbN. Disdukcapil menangani administrasi kependudukan, sementara politik kependudukannya ada di BkkbN, Bukan di Kementerian Dalam Negeri. Jadi sudah saatnya urusan kependudukan dibawah BkkbN. Ini sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU 52 tahun 2009,” ujar Tgk Khaidir.
Selama ini komisi IX DPR-RI adalah mitra kerja di  BkkbN RI yang banyak membantu menyelesaikan segala persoalan yang sedang dihadapi BkkbN dalam menjalankan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Kata Tgk Khaidir kehadirannya ke Pemko Banda Aceh bukan dalam urusan reses tetapi tak lain melanjutkan hasil pertemuan Komisi IX DPR-RI beberapa waktu lalu dengan Pemerintah Aceh dan Perwakilan BkkbN Aceh.
“Kalau terkendala denga Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), kita ajukan revisi saja. Bagaimana badan kependudukan bisa berjalan optimal. Apalagi hari ini juga turut hadir anggota DPRK Banda Aceh dan kami juga setelah ini akan bertemu dengan Ketua DPRK, agar mempermudah terbentuknya BkkbD di Banda Aceh yang akan kita jadikan percontohan nanti bagi daerah lain di Aceh,” kata Tgk Khaidir.
Sementara itu, Plh Sekdakota Banda Aceh, M Nurdin dalam kesempatan ini mengatakan, Banda Aceh siap membentuk BkkbD. Dia meminta Ka. KPPKB Banda Aceh, Ir Badrunnisah untuk memikirkan dan berkoordinasi dengan provinsi apa-apa saja yang perlu dipersiapkan.
“Nanti naskah akademisnya tolong dikomunikasikan denga Bagian Hukum, Kalau mungkin akan dibentuk pada 2016. Artinya kita minta kepada Legislatif mau menambah proleg satu lagi dari 20 proleg yang sudah di bahas di Paripurna,” ujar Nurdin.

Anggota Komisi C DPRK, Ramza Harli pada pertemuan itu didampingi Daniel Abdul Wahab, dan Komisi B, Mayidin mengusulkan ke Pemko Banda Aceh agar segera memasukan SOTK dan rancangan qanun sehingga bisa dibahas dan menjadi prioritas. Karena menurut Ramza, Pemko belum mengirimkan SOTK dan rancangan qanun ke DPRK dari 20 rancangan qanun yang sudah diserahkan beberapa waktu lalu. (Saniah LS)

Selasa, 10 November 2015

500 Lansia Hadiri Jambore Nasional ke-4 di Banda Aceh

Foto: Saniah LS
BANDA ACEH – Sekitar 500 lanjut usia (Lansia) dari seluruh 34 provinsi di Indonesia berkumpul di Jambore Nasional Lansia ke-4 yang dipusatkan di Asrama Haji Banda Aceh dari 20 hingga 24 Mei 2015. Serta kegiatan ini juga dalam serangkaian peringatan Hari Lansia Nasional yang diperingati setiap 20 Mei setiap tahunnya.

Gubernur Aceh melalui Staff Ahli Bidang Keistimewaan, Abubakar SH membuka Jambore Nasional Lansia ke-4, Kamis (21/5/2015) di Asrama Haji, Banda Aceh. Dalam kata sambutan yang dibacakan Abubakar, Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah berharap, mudah-mudahan Jambore ini bisa menjadi ajang pembuktian kepada dunia, bahwa Lansia Indonesia dan Aceh  khususnya, tetap mampu berperan penting dalam memperkuat dan mensukseskan pembangunan nasional.
Gubernur menambahkan, hingga usia saat ini, para Lansia tentu sudah banyak meninggalkan berbagai karya yang telah di darma baktikan untuk negeri. Menurut Gubernur hal tersebut adalah sebuah kebanggaan karena segala karya para Lansia dapat dinikmati oleh generasi setelahnya.
Gubernur juga menekankan, generasi saat ini harus mencontoh berbagai hasil karya yang telah ditinggalkan oleh para lansia, sebab saat tiba masanya, generasi saat ini juga akan memasuki masa lanjut usia.
“Memasuki fase usia lanjut bukanlah akhir dari segalanya. Dengan kebijakan yang tepat, Lansia akan mampu berkontribusi produktif dalam pembangunan. Oleh karena itu, usia lanjut bisa saja menjadi sebuah titik awal seseorang untuk mengabdikan diri pada bangsa,”tuturnya.
Dalam hal lain, Gubernur Aceh juga menyingung soal jumlah Lansia yang terus meningkat setiap tahunnya.Berdasarkan data statistik, sebut Zaini Abdullah, jumlah Lansia di Indonesia pada tahun 70-an berjumlah di atas 70 tahun hanya berkisar 2 juta orang. Pada 2015 jumlahnya ini meningkat 15 kali lipat yaitu 25 juta orang.
“Tren ini menjadi bukti bahwa di masa mendatang jumlah Lansia akan terus bertambah, seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat kita. Oleh sebab itu sudah saatnya Lansia perlu diberdayakan,” ujar Zaini.
Pembina Gerakan Lansia Peduli, DR Djoko Rusmoro, MPA mengatakan, ada sekitar 40 persen Lansia di Indonesia yang potensial. Mereka (Lansia) menjadi bagian dari pembangunan bukan menjadi beban bagi negara.
“Kami bukan Lansia yang memble tetapi Lansia yang potensial yang bisa bersumbangsih  untuk pembangunan,” tuturnya yang disambut tepuk tanggan peserta Jambore Nasional Lansia ke-4.
Penasehat Paguyuban Juang Kencana (PJK) Pusat ini juga menyingung banyaknya program-program pemerintah bagi Lansia yang perlahan-lahan mulai diterapkan di Indonesia, seperti Posyandu Lansia (pemeriksaan kesehatan Lansia dan Senam Lansia), dan program BkkbN yaitu Bina Keluarga Lansia (BKL).
“BkkbN telah menempatkan Lansia bagian dari keluarga. Tetapi jangan sampai Lansia itu diletakan sebagai objek tetapi subyek pembangunan dari keluarga itu sendiri,” saran pensiunan PNS BkkbN pusat tahun 2001yang didampingi Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs M. Natsir Ilyas M.Hum ini di Banda Aceh.
Natsir Ilyas menambahkan, program BKL BkkbN menekankan kepada keluarga agar menyayangi Lansia sebagai bentuk pengabdian keluarga, pengabdian anak kepada orang tua dan pengabdian cucu kepada nenek dan kakek mereka.
“Paling tidak keluarga tidak berpikir menitipkan orang tua mereka ke Panti Jompo, tetapi menempatkan Lansia sebagian dari keluarga. Di Bina Keluarga Lansia inilah diajarkan semua itu,” kata Natsir Ilyas.
Lanjutnya, BKL mengajarkan peran keluarga dalam mengurus Lansia di dalam keluarga, memberdayakan Lansia dengan aktivitas-aktivitas yang disesuaikan usia Lansia, memeriksakan kesehatan Lansia, dan memberi kasih sayang sebagai bentuk pengabdian. “Jangan pernah berpikir Lansia itu menjadi beban, tetapi menjadikannya bagian dari keluarga,”demikian kata Natsir Ilyas.

Jambore Nasional Lansia ke-4 dihadiri oleh sejumlah grup Lansia dari tanah air dan Aceh, dengan rincian 150 lansia dari luar Aceh dan 350 Lansia dari Aceh. Jambore ini mengikut sertakan satu grup tiga generasi yang dipusatkan kegiatannya di Banda Aceh dan Sabang. Dalam kegiatan ini 200 Lansia menerima bantuan sosial yang telah diserahkan secara simbolisasi oleh Staff Ahli Gubernur Aceh Bidang Keistimewaan, Abubakar SH dan mengikuti seminar tengang Narkoba yang disampaikan BNN Aceh. (Saniah LS)

BkkbN Buka Pelayanan SMS Gateway

Foto: Istimewa
BANDA ACEH – Guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Aceh membuka pelayanan Web2SMS kepada masyarakat Aceh. Tujuan pelayanan Web2SMS ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Aceh terhadap program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

“Harapan kami setelah pelayanan ini diberikan kepada masyarakat, pada akhirnya dapat meningkatkan kesertaan ber-KB di provinsi ini,” jelas Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs M. Natsir Ilyas M.Hum beberapa waktu lalu di Banda Aceh. Perwakilan BkkbN Aceh telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Telkomsel Indonesia Grapari Banda Aceh  yaitu pemanfaatan layanan aplikasi Web2SMS pada 28 Mei lalu.

Perjanjian Kerja Sama ini telah ditandatangani Kepala Bidang Advokasi Pergerakan dan Informasi (Kabid ADPIN), Ir Nurzikra Hayati dan Small Medium Enterprise PT Telkomsel Indonesia, Rita Risma yang disaksikan Kaper BkkbN Aceh dan Accaunt Manager Grapari Banda Aceh, Rivo Andriansyah.

“Layanan Web2SMS ini sangat bermanfaat untuk memberi dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan untuk BkkbN media informasi KIE Program KKBPK. Juga sebagai prestise bagi kita sebagai Lembaga Pemerintah yang up date teknologi informasi sehingga meningkatkan kepercayaan dari masyarakat,”demikian kata M. Natsir Ilyas.


Dia juga menambahkan, bahwa dengan adanya Web2SMS ini, masyarakat diharapkan mendapatkan informasi program langsung dari sumbernya dan lebih cepat mengetahui apa-apa saja program KKBPK yang bisa didapatkan dan bermanfaatkan masyarakat. (Saniah LS)

Usia Perkawinan di Aceh Sudah Mencapai Standar Nasional

Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs M.Natsir Ilyas M.Hum|Saniah LS
BANDA ACEH – Terkait  program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) di Aceh,  Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Aceh, Drs. M. Natsir Ilyas M.Hum mengatakan, program KB secara keseluruhan untuk wilayah Aceh sudah sangat baik. Rata-rata perkawinan sudah  mencapai standar usia perkawinan nasional.

Akan tetapi masih ada beberapa kabupaten atau wilayah di Aceh,  usia perkawinan di usia muda masih sangat tinggi. Misalnya di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Singkil adalah wilayah yang masih tinggi ibu yang melahirkan di usia muda. Jelasnya kepada AcehNews.net, beberapa waktu lalu, di Banda Aceh,  usai konferensi pers, evaluasi kerja BkkbN Aceh selama 6 bulan terakhir ini.

“Ini adalah upaya yang saat ini kita lakukan, dengan cara mengkampanyekan mengenai pengetahuan tentang perkawinan dan KB, hingga mendatangi setiap sekolah. Untuk memberikan pemahaman bahwa kawin di usia muda mempunyai resiko yang berat,”jelasnya.

Dikatakan Natsir, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan, tingkat usia perkawinan bagi laki-laki adalah 18 tahun dan perempuan 16 tahun. Akan tetapi, dari hasil penelitian dari beberapa departemen. ternyata, usia 16 tahun itu, belum siap bagi seseorang perempuan untuk menjadikannya sebagai seorang istri atau ibu.

Untuk ke depan tingkat usia perkawinan dianjurkan rata-rata perempuan adalah 20 tahun ke atas dan laki-laki 25 tahun ke atas. Di Aceh saat ini kata Natsir,  secara umum sudah bagus, hanya saja ada beberapa daerah yang harus ditingkatkan sosialisasi mengenai tingkat usia perkawinan serta pemahaman tentang KB.

Dengan melihat keadaan dan kondisi saat ini, ia berharap, semoga tidak terlalu banyak terjadinya perceraian dalam rumah tangga. Karena kata Natsir, persoalan yang terjadi di tengah masyarakat  saat ini adalah banyak kasus perceraian akibat banyak orang menikah pada saat usia muda.

Disamping itu, pada saat konferensi pers Natsir juga menjelaskan, Kegiatan yang saat dilakukan oleh BkkbN adalah sosialisasi dalam bentuk bakti sosial. Menurutnya,  dengan diadakannya cara seperti ini, semoga bisa dapat meningkatkan kembali pemahaman masyarakat terhadap program KB.

“Bahkan melalui teman-teman radio komunitas maupun swasta kita juga suda coba menyiarkan mars KB untuk mengingatkan kembali masyarakat yang dulunya telah menghafal mars KB, sehingga dengan kegiatan seperti ini masyarakat bisa mengetahui bahwa program KB masih ada,” kata Natsir.

Ke depan secara nasional juga diharapkan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) bisa lebih baik di Aceh. Katanya,  apakah itu Medis Operasi Pria (MOP) atau Medis Operasi Wanita (MOW).

“Namun hal itu kita sudah melihat juga kondisi Aceh saat ini, bahwa program tersebut agak sulit kita promosikan. Namun demikian dari bulan Mei hingga April 2015 ini, ada beberapa kabupaten kita lihat yang pencapaiannya sudah sangat baik. Dan semua pelayanan itu kita berikan secara gratis,”sebut Natsir.

Disamping itu, Kepala Bidang Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (Kespro), Husni Thamrin mengatakan, kejadian yang terjadi di lapangan saat ini ialah, adanya pengkaburan informasi di tengah  masyarakat. Dimana pihaknya menemukan beberapa informasi bahwa ada yang mengatakan KB itu membatasi.

Berdasarkan UU Nomor 52 tahun 2009, dijelaskan bahwa KB adalah upaya pengaturan kelahiran jarak dan usia ideal yang melahirkan. Artinya tidak ada pembatasan, hanya upaya. “Upaya itu adalah ikhtiar bagi kita, dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan, bahwa kita tidak melebihi kuasa Allah hanya berupa ikhtiar,” jelas Husni

Lanjutnya, langkah yang dilakukan BkkbN  adalah mengajak masyarakat supaya mengubah perilaku agar merencanakan kehidupan atau keluarganya menjadi keluarga berkualitas. Sementara pelaksanaan atau eksekutor itu tetap dilakukan oleh dinas kesehatan.

Jadi kata Husni, pihak BkkbN hanya memfasilitasi pelaksanaan pelayanan, pengadaan alat dan kontrasepsi. Namun pelaksanaannya sendiri tidak boleh dari orang BkkbN. Sepenuhnya melaksanakan itu adalah dari dinas kesehatan.”

Hanya saja BkkbN mempunyai peran untuk melatih Sumber Daya Manusia(SDM). Khususnya pada bidang  pamasangan dan pemberian alat kontrasepsi. “Jadi kami melatih para ibu-ibu bidan yang ada di dinas kesehatan. Namun kami tetap berharap pelaksanaan pelayanan, itu sesuai dengan standar operasional pelayanannya,” tutupnya. (zuhri/saniah ls)




Senin, 04 Mei 2015

Pendaftaran Duta Mahasiswa GenRe Aceh 2015 Berakhir Pada 7 Mei

Duta Mahasiswa GenRe Aceh Putra-Putri dari 2011 sampai dengan 2014|Ist
BANDA ACEH – Pengembalian fomulir pedaftaran Duta Mahasiswa Generasi Berencana (GenRe) Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Aceh tahun 2015 akan berakhir pada 7 Mei mendatang. Pengembalian fomulir  bisa dikirim melalui email dan atau diantarkan langsung ke kantor Sekretariat Panitia di Peurada.
Ketua Panitia Nanda Satria mengatakan, pendaftaran peserta telah dibuka sejak 7 April hingga 7 Mei 2015 mendatang. Bagi mahasiswa yang ingin mendaftar bisa langsung me-download fomulir pendaftaran di nad.bkkbn.go.id atau aneukceria.blogspot.com, dan atau ppksaceh.blogspot.com.
“Waktu masih ada tiga hari lagi, fomulir bisa diunduh di website yang tertera di atas dan bisa dikirim via email atau langsung diantar di Sekretariat Panitia di Peurada,Banda Aceh,” kata Nanda kepada AcehNews.net, Senin (4/5/2015).
Lanjutnya, pengembalian fomulir, diterima panitia selambat-lambatnya pukul 00.00 WIB via email atau diantar langsung ke Sekretariat Panitia di Kantor PPKS Bungong Jeumpa di Jalan Peurada Utama (depan Komplek Bea dan Cukai Aceh pada jam kerja.
“Fomulir bisa dikirim via email dengan alamat email Dutagenre.aceh@gmail.com,” katanya lagi.
Sebelumnya Pemilihan Duta Mahasiswa GenRe tingkat Provinsi Aceh sudah dimulai sejak 2010 silam dan kini sudah memasuki pemilihan kelima. Bagi Dumas GenRe 2015 putra/putri yang terpilih ditingkat provinsi akan mewakili Aceh ketingkat nasional di Jakarta. Semua biaya transportasi dan akomodasi ditanggung panitia.
“Pada 9 hingga 10 Mei 2015, mahasiswa/mahasiswi yang sudah mendaftar akan menjalani tes wawancara di Sekretariat Panitia Dumas GenRe Aceh di Peurada, Banda Aceh. Setelah mengikuti tes wawacara, Panitia akan memilih 30 mahasiswa/mahasiswi yang mengikuti karantina dari 14 hingga 17 Mei,” sebut Nanda.
Malam Pemilihan Dumas GenRe 2015 Provinsi Aceh akan berlangsung pada Minggu malam (17/5/2015) di AAC Dayan Dawood, Darussalam. Kata Nanda, malam pemilihan Dumas GenRe 2015 Provinsi Aceh terbuka untuk umum.  (saniah ls)

Aceh Masih Miliki Tantangan Besar dalam Pelaksanaan KKBPK


Penandatanganan MoU antara Perwakilan BkkbN Aceh dengan Akademi Kebidanan Muhammadiyah
 dan Fakultas Psikolog Universitas Muhammadiyah Banda Aceh pada Rakerda Program KKBPK pada
Kamis (30/4/2015)|Foto: Saniah LS 
BANDA ACEH – Pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Provinsi Aceh masih memiliki tantangan besar.    

Hal itu dikemukakan, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dalam kata sambutannya yang dibacakan Sekda Aceh, Dermawan, pada pembukaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program KKBPK Tahun 2015 di Aula Kantor Perwakilan BkkbN Aceh, 30 April 2015.

Gubernur Aceh dalam pidatonya itu mengatakan, selama ini pelaksanaan program KKBPK di wilayah Aceh masih belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini bedasarkan dari laju pertambahan  penduduk di Provinsi Aceh sebesar 2,35 persen di tahun 2005-2010.

"Dengan bertambahnya jumlah penduduk di Aceh mengindikasikan bahwa program  Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembagunan Keluarga selama ini belum terlaksana secara maksimal,"ungkapnya.

Menurut Gubernur Aceh, program KKBPK merupakan bagian dari pembagunan kesejateraan rakyat dan investasi sosial yang berdampak pada perbaikan indeks pembagunan manusia.
“Kegagalan program ini akan menyebabkan beban berat bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah kedepan, khususnya dalam menyediakan pelayanan publik kepada masyarakat. Bahkan, akan timbul dampak sosial dari kegagalan program tersebut,” kata Gubernur Aceh melalui pidato yang dibacakan Sekda, Dermawan.

Kata Gubernur, dampak sosial yang timbul antaranya kurang optimalnya pelayanan kesehatan, kurangnya pendidikan dan perhatian yang diberikan keluarga, serta sedikitnya peluang dan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi.

“Kami harapkan program KKBPK kedepan dapat berjalan secara optimal, meskipun dalam mencapai tujuan itu tidak mudah, diperlukan tekad yang kuat dari pemerintah, jajaran instansi terkait, dan seluruh elemen masyarakat, termasuk para pengiat LSM, mitra kerja, dan tokoh masyarakat,” tegas Zaini Abdullah.

Pada kesempatan itu, Gubernur Aceh melalui Sekda, Dermawan menyampaikan kepada masyarakat Aceh, bahwa program KKBPK bukanlah program yang membatasi kelahiran, tapi lebih pada mengatur jarak dan merencanakan kelahiran, sehingga orang tua dan benar-benar siap memberikan perhatian dan fasilitas yang terbaik untuk perkembangan anak mereka dan serta meningkatkan kesejateraan keluarga.

“Saya minta kepada jajaran BkkbN Aceh dan  SKPD kabupaten/kota hendaknya terus melakukan evaluasi terhadap program-program KKBPK, meminta masukan dari mitra kerja. Sehingga hasil evaluasi bisa dijadikan pedoman guna menyukseskan program KKBPK di daerah,” ujarnya.


Hadir pada Rakerda Program KKBPK Tahun 2015, Direktur Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BkkbN RI, Sunarto MPA, P.HD berserta rombongan, mitra kerja BkkbN, antaranyan dari unsur TNI, Polri, PKK, Dinas Kesehatan, BPS, BPJS Kesehatan, LSM, dan media.

Pada kesempatan itu, Sunarto yang juga selaku Pembina wilayah Aceh mengatakan, dengan adanya penandatanganan MoU antara BkkbN dengan Akademi Kebidanan Muhammadiyah dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Banda Aceh serta dikukuhkannya Paguyuban Juang Kencana (PJK) Aceh Periode 2015-2018 dan Pengurus Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Aceh periode 2014-2019, akan menambah pilar-pilar pembangunan keluarga di provinsi Aceh.

 “Kami mengharapkan pemerintah daerah dapat memberi dukungan dalam mensukseskan program KKBPK baik di tingkat provinsi maupun daerah, serta dapat segera diwujudkan terbentuknya BkkbD di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Sehingga dengan demikian terwujudnya keluarga berkualitas di Aceh serta dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak yang masih cukup tinggi,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BkkbN Aceh, Drs. M. Natsir Ilyas, M.Hum dalam pidato sambutannya mengatakan, dengan dilaksanakan Pra Rakerda, Rakerda, dan Pasca Rakerda selama tiga hari, 29 dan 30 April hingga 1 Mei 2015,  diharapkan mendapat berbagai masukan yang baik di dalam melaksanakan program KKBPK di daerah masing-masing serta sebagai upaya meningkatkan komitmen bersama dalam mewujudkan program KKBPK terlaksana dengan baik di daerah.

“Ini juga menjadi evaluasi bagi kami terhadap berbagai program KKBPK yang sudah dilaksanakan pada 2014 dan berharap dengan hasil Rakerda hari ini pelaksanaan program KKBPK di provinsi maupun di daerah bisa dilaksanakan lebih baik lagi,” tuturnya.


Pada penutupan Rakeda (Pasca Rakerda) seluruh Kepala SKPD atau yang mewakilinya menandatangani kontrak kesepakatan. Rakerda Program KKBPK Tahun 2015 Provinsi Aceh ditutup oleh Kepala Perwakilan BkkbN Aceh. (saniah ls).